ASHARI, CHICA ANALISIS PENGUKURAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 25-36 BULAN SEBAGAI INDIKATOR KESEHATAN DAN STRATEGI MENUJU GENERASI EMAS 2045. UHAMKA. (Unpublished)
Preview |
Text
LAPORAN PENELITIAN GENAP 2022-2023 - ANALISIS PENGUKURAN.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Pertumbuhan memiliki kata asal “tumbuh”. Dalam KBBI, tumbuh memiliki arti
timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna. Pertumbuhan (growth) adalah
perubahan-perubahan biologis, anatomis dan fisiologis manusia. Istilah pertumbuhan
mengacu pada perubahan kuantitas yang artinya pertumbuhan lebih mengarah ke fisik
yang bersifat pasti seperti dari kecil menjadi besar, dari pendek atau rendah memnjadi
tinggi dan lain-lain.
Sementara itu, perkembangan (development) adalah perubahan secara
berangsur-angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat dan
meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan, atau kedewasaan,
dan pembelajaran.
Perkembangan dapat diartikan sebagai akibat dari perubahan kematangan dan
kesiapan fisik yang memiliki potensi untuk melakukan suatu aktivitas, sehingga
individu telah mempunyai suatu pengalaman. Dengan pengalaman ini, ia akan dapat
melakukan suatu aktivitas yang sama dalam waktu mendatang. Tolok ukur untuk
melihat adanya perkembangan seseorang individu ialah pada aspek kemampuan yang
dimiliki sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pertumbuhan dan perkembangan pada manusia dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal/merupakan faktor yang
berasal dari dalam tubuh manusia itu sendiri seperti gen, ras dan jenis kelamin,
sedangkan faktor ekternal/luar berasal dari lingkungan, stimulus, sosial, ekonomi dan
nutrisi. Gizi merupakan faktor mutlak yang diperlukan oleh tubuh dalam proses tumbuh
kembang. Kebutuhan gizi untuk setiap orang berbeda-beda dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin dan aktifitas.
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita menjadi perhatian bagi
semua negara khususnya Indonesia, perhatian terhadap kesehatan ibu dan anak telah
menjadi perhatian pemerintah Indonesia dengan diterapkannya pelayanan kesehatan ibu
dan anak sampai kepada lapisan masyarakat dan keluarga.
Pemantauan pertumbuhan, perkembangan dan gangguan tumbuh kembang anak
diatur dalam PP nomor 66 tahun 2014 yang diatur dalam pasal 2 “Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak merupakan
2
acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan
dasar/primer, kelompok profesi, tenaga pendidik, petugas lapangan Keluarga
Berencana, petugas sosial yang terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak,
organisasi profesi dan pemangku kepentingan terkait pertumbuhan, perkembangan, dan
gangguan tumbuh kembang anak”.
Data WHO tahun 2018 menunjukkan bahwa masalah pertumbuhan tidak hanya
gizi buruk, tetapi juga kependekan dan gizi lebih. Prevalensi balita gizi buruk sebesar
7,3%, overweight sebesar 5,9% dan balita stunting (pendek) sebanyak 21,9% (WHO,
2019).
Hasil penelitian para peneliti dunia untuk WHO menyebutkan bahwa secara
global, tercatat 52,9 juta anak-anak yang lebih muda dari 5 tahun, 54% anak laki-laki
memiliki gangguan perkembangan pada tahun 2016. Sekitar 95% dari anak-anak yang
mengalami gangguan perkembangan hidup di negara dengan pendapatan rendah dan
menengah.
Secara nasional di Indonesia prevalensi status gizi balita terdiri dari 3,9% gizi
buruk, 13,8% gizi kurang, 79,2% gizi baik, dan 3,1% gizi lebih. Prevalensi
penyimpangan perkembangan pada anak usia di bawah 5 tahun di Indonesia yang
dilaporkan WHO pada tahun 2016 adalah 7.512,6 per 100.000 populasi (7,51%) (WHO,
2018).
Sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan
perkembangan. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum
diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5 tahun
mengalami keterlambatan perkembangan umum (IDAI, 2013).
Perkembangan motorik pada anak Indonesia tergolong rendah, hasil penelitian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi kemenkes RI tahun 2012 hasil survei Denver
Development Screaning Test (DDST) II didapat prevalensi gangguan gangguan
motorik halus dan kasar pada balita sebesar 25%,atau setiap 2 dari 1.000 balita
mengalami gangguan perkembangan motorik.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa
persentase anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik kasar di Indonesia
sebesar 12,4% dan perkembangan motorik halus sebesar 9,8%. Walaupun angka ini
menurun dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2010 gangguan perkembangan motorik
kasar di Indonesia sebesar 8,8% dan perkembangan motorik halus sebesar 6,2% akan
3
tetapi data tetapi menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan perkembangan
motorik masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama (Riskesdas, 2013).
Gangguan tumbuh kembang di DKI Jakarta berdasarkan hasil pelayanan
Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada 500 anak dari
lima Wilayah DKI Jakarta, ditemukan, 57 anak (11,9%) mengalami kelainan tumbuh
kembang. Kelainan tumbuh kembang yang paling banyak yaitu delayed development
(pertumbuhan yang terlambat) 22 anak, kemudian 14 anak mengalami global delayed
development, 10 anak gizi kurang, 7 anak Microcephali, dan 7 anak yang tidak
mengalami kenaikan berat badan dalam beberapa bulan terakhir (Kemenkes, 2010).
Item Type: | Other |
---|---|
Subjects: | A General Works A General Works > AC Collections. Series. Collected works |
Depositing User: | Chica Riska Ashari |
Date Deposited: | 18 Dec 2024 00:58 |
Last Modified: | 18 Dec 2024 00:58 |
URI: | http://repository.uhamka.ac.id/id/eprint/40268 |
Actions (login required)
View Item |