Jamu merupakan pengobatan alternatif bagi masyarakat karena berkhasiat
menjaga kesehatan tubuh manusia. Salah satu jamu adalah jamu kuat yang
digunakan untuk menambah stamina dan vitalitas pada pria, namun banyak kasus
ditemukan di masyarakat adanya penambahan sildenafil sitrat pada jamu kuat
pria. Sildenafil sitrat jika digunakan berlebih maka akan menyebabkan efek
samping berbahaya seperti gangguan penglihatan dan pendengaran, stroke,
serangan jantung bahkan kematian. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi dan
penetapan kadar sildenafil sitrat pada jamu kuat pria menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
adanya sildenafil sitrat dan kadar sildenafil sitrat pada jamu kuat pria. Penelitian
ini diawali dengan melakukan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
pelarut metanol. Selanjutnya identifikasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
dengan fase gerak metanol:kloroform (4:1) dan fase diam silika 60 gel GF 254
nm. Jumlah totolan sebanyak 5 µL tiap sampel dan baku pembanding. Selanjutnya
penetapan kadar menggunakan KLT-Densitometri. Hasil penelitian yang telah
dilakukan pada beberapa produk jamu kuat pria maka dapat disimpulkan bahwa
dari 15 sampel jamu kuat pria terdapat 12 sampel yang positif mengandung
sildenafil sitrat.
Kata kunci : Sildenafil Sitrat, KLT-Densitometri, Jamu Kuat Pria
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun-temurun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kandungan kadar natrium diklofenak dalam jamu pegal linu. Jamu pegal linu yang
digunakan pada penelitian ini yaitu 7 macam merk jamu pegal linu. Penelitian ini
dilakukan dengan mengindetifikasi natrium diklofenak dalam jamu pegal linu
dengan metode kualitatif yaitu Kromatografi Lapis Tipis dan metode analisis
kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 276
nm. Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis
diketahui bahwa sampel jamu pegal linu A, D, E, dan G positif mengandung
natrium diklofenak dengan masing-masing nilai Rf yang mendekati nilai Rf baku
pembanding. Hasil penelitian menunjukan kadar natrium diklofenak dalam jamu
sampel A 168,9231 mg, sampel D 190,7224 mg, sampel E 199,1341 mg, sampel
G 161,4043 mg. Hasil batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) adalah
0,0019 ppm dan 0,0062 ppm.
Kata kunci : Jamu pegal linu, Natrium diklofenak, Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), Spektrofotometri UV-Vis
Bahan kimia obat (BKO) merupakan zat kimia yang secara sengaja ditambahkan ke
dalam obat tradisional atau jamu dengan tujuan untuk memperkuat khasiat dari
sediaan obat tradisional tersebut. Obat tradisional yang mengandung bahan kimia
obat dapat dilihat dari kecepatan efek yang ditimbulkan dalam hal ini semakin
cepat suatu obat tradisional menimbulkan efeknya, semakin banyak penambahan
BKO di dalamnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
kandungan Bahan Kimia Obat (BKO) Parasetamol dan Deksametason pada jamu
pegal linu. Sebanyak 15 sampel jamu pegal linu yang diidentifikasi menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan hasil penelitian ini yang
menunjukan adanya 4 sampel jamu positif mengandung Parasetamol dan 4 sampel
positif mengandung Deksametason. Sampel positif mengandung BKO diujikan
kembali menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif dengan mendapatkan
analit dari masing-masing sampel, lalu hasil analit diujikan kembali menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis dengan mendapatkan hasil panjang gelombang
maksimum dan spektrum sampel sama dengan standart, baik Parasetamol maupun
Deksametason.
Kata Kunci: Jamu, Parasetamol, Deksametason, Kromatografi Lapis Tipis (KLT),
Spektrofotometri UV-Vis.
Komunitas ibu-ibu RT 03 Desa Kekupu, Depok ingin membantu keuangan keluarga dengan memiliki suatu ketrampilan yang dapat menghasilkan suatu produk yang dapat dijual. Pada daerah ini banyak nenas yang tumbuh sehingga tim pengabdian masyarakat Fakultas Farmasi Dan Sains telah mengajarkan pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) pada pengabdian sebelumnya. Pada pengabdian ini dilanjutkan dengan edukasi tentang pengemasan, penyimpanan dan titik kritis suatu produk Virgin Coconut Oil (VCO) yang benar dan halal. Mitra juga diberikan buku saku untuk membantu mereka menerapkan secara mandiri. Mereka tertarik dengan kegiatan ini karena menambah wawasan baru. Hampir 100 % peserta yang hadir sangat antusias dengan kegiatan ini dan mereka berharap ada keberlanjutan program ini.
Kampung Kekupu Depok tergolong ekonomi kebawah dimana pekerjaan kepala keluarganya tidak mencukupi kebutuhan hidup. Ibu-ibu yang ada di daerah ini hampir sebagian besar berprofesi sebagai ART (Asisten Rumah Tangga). Di daerah ini banyak ditumbuhi buah nenas yang hanya dimanfaatkan sebagai olahan makanan atau minuman seperti selai, es buah, Disamping itu salah satu kandungan buah nanas adalah bromelin yaitu suatu enzim yang dapat digunakan sebagai pengendap dalam pembuatan VCO dari santan kelapa. VCO adalah minyak kelapa yang dibuat dari bahan baku kelapa segar, yang diproses salah satunya dengan cara enzimatis menggunakan enzim tertentu. Kegiatan ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pengetahuan mitra tentang VCO (2) mengajarkan cara pembuatan dan pengemasan VCO sehingga mitra bisa secara mandiri untuk memproduksi VCO. Pada kegiatan pengabdian ini dilakukan pemberian informasi cara pembuatan VCO melalui cara enzimatis dengan memanfaatkan tumbuhan buah nanas (Ananas comosus) yang ditanam di Kampung Kekupu, Depok.. Dengan demikian, mitra dapat membantu penghasilan keluarga. Pada tahap pembuatan VCO ini, enzim bromelin dari buah nanas yang dicampur dengan krim kelapa. Setelah itu VCO yang terbentuk diambil menggunakan sendok sayur dan dikemas dalam wadah yang aman. Untuk menunjang kegiatan ini maka mitra diberikan buku saku panduan pembuatan VCO menggunakan enzim bromelin. Penyuluhan tentang zat-zat kimia yang terkandung dalam buah kelapa , buah nenas, dan VCO serta manfaat dan keunggulan VCO diberikan oleh narasumber. Pada akhir kegiatan terlihat antusias nya para peserta untuk membuat VCO secara mandiri
Reconstructed Human Epidermis (RHE) is an artificial epidermis
made in such a way that it resembles human skin, and can be used for the
identification of irritant chemicals, especially for cosmetic and topical medicinal
products. Currently the new RHE is produced by European and American
countries, whose skin physiology is very different from Indonesia. Based on
this, the Center for Research on Drugs and Food, NADFC of Republic of
Indonesia took the initiative to develop the reconstruction of keratinocyte,
melanocytes and fibroblasts cells into RHE adapted to the anatomical and
physiological functions of the skin of Indonesians. RHE is made from an epidermal
layer composed of keratinocyte and melanocytes cells that are reconstructed
with a dermis layer composed of fibroblast and collagen cells.
Keratinocyte, melanocytes and fibroblasts cells are cultured on suitable mediums
by adding a suitable growth medium. To find out that RHE has been
successfully reconstructed, measured percentage of cell life, made histology
preparation to see the existence of cell nucleus, and conducted Immunohistochemical
examination to see existence of integration (bond) between antigen.
From the research results can be seen that keratinocyte cells grown on culture
medium Keratinocyte SFM (IX) with rEGF supplements; melanocyte cells
grown on Melanocyte 254 culture medium with HMGS supplementation; and
fibroblast cells grown on Fibroblast M 106 culture medium with LSGS supplementation.
The percentage of epidermal cell life grew well in the planting of
10 � 104 cells /mL keratinocytes and 0.25 � 104 cells /mL of melanocyte cells
and survived until the 11th day with live cell percentage of 93.45%. In making
preparation for histology with HE staining, there is a cell life in RHE tissue.
Used Immunohistochemical (IHC) examination using cytokeratin 10 antibody
marker to view physiological function of epidermal tissue.