Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) merupakan tanaman yang mudah didapatkan
serta memiliki potensi yang besar sebagai obat, sehingga banyak digunakan
sebagai obat tradisional atau sediaan herbal. Penggunaan sebagai obat tradisional
harus memperhatikan mutu dari bahan baku (simplisia). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui mutu simplisia dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Analisa
kualitatif meliputi pengujian organoleptik, makroskopis, dan mikroskopik,
sedangkan analisa kuantitatif meliputi penentuan kadar air, kadar abu baik abu
tidak larut asam atau kadar abu larut air, kadar sari baik kadar sari larut air, etanol
maupun eter, selain analisa kualitatif dan kuantitatif dilakukan pula pola
kromatogram, fluoresensi, dan kadar total fenol. Hasil pemeriksaan analisa
kuantitatif yaitu, kadar air 7,99 %, kadar abu total 7,85 %, kadar abu tidak larut
asam 2,05 %, kadar abu larut air 23,43 %, kadar sari larut air 12,78 %, kadar sari
larut etanol 17,11 %, kadar sari larut eter 7,41 % dan penetapan kadar total fenol
ialah 4,125 %.
Kata Kunci: Patikan kebo, mutu simplisia, analisis kualitatif, analisis kuantitatif
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar
glukosa didalam darah. Daun kordia (Cordia sebestena L.) yang tumbuh di India
diketahui memiliki efek sebagai antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak etanol 70% daun kordia yang tumbuh di Jakarta
dalam menurunkan kadar glukosa darah. Hewan uji yang digunakan adalah 30 ekor
tikus, yang dibagi dalam 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor.
Kelompok I diberi pakan dan minum standar, kelompok II diberikan Na-CMC 0.5%
(kontrol negatif), kelompok III diberikan metformin 51.38 mg/kgBB (kontrol positif),
kelompok IV, V, dan VI diberikan ekstrak etanol daun kordia dengan dosis 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB. Parameter yang diamati adalah
penurunan kadar glukosa. Uji ANOVA satu arah terhadap penurunan kadar glukosa
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar kelompok (p<0,05). Uji Tukey
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kordia dengan dosis 100 mg/kgBB dan
200 mg/kgBB memiliki aktivitas sebanding, namun tidak sebanding dengan metformin
pada dosis 51.38 mg/kgBB dengan penurunan sebesar 60.90%.
Kata kunci: daun kordia (Cordia sebestena), kadar glukosa, diabetes mellitus,
hiperglikemia
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin sehingga glukosa yang masuk kedalam sel berkurang dan menyebabkan
tidak terjadi penimbunan glikogen. Pengobatan diabetes dapat dilakukan dengan
meningkatkan sekresi insulin dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
sehingga dapat terjadi penimbunan glikogen dihati maupun otot dan menurunkan
kadar gula darah. Daun kordia (Cordia sebestena L.) dapat digunakan sebagai
penurun kadar glukosa darah. Pengujian dilakukan pada tikus putih jantan galur
wistar yang diinduksi fruktosa 360 mg/200gBB secara oral dan pakan hiperlipid
selama 55 hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas ektsrak etanol
70% daun kordia. Dosis yang digunakan yaitu Dosis I 10 mg/200gBB, Dosis II 20
mg/200gBB, Dosis III 40 mg/200gBB, kontrol positif menggunakan metformin
dosis 10,3 mg/200g BB, kontrol negatif diberi Na-CMC 0,5% dan kontrol normal
tidak diberi perlakuan pengobatan tersebut diberikan selama 14 hari. Hasil uji
analisis statistik ANOVA satu arah menunjukkan bahwa setelah perlakuan
diperoleh (p<0,05). Pada uji Tukey HSD menunjukan adanya perbedaan
bermakna antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan kelompok sediaan uji.
Dapat disimpulkan ketiga dosis bahan uji dapat meningkatkan sintesis glikogen
hati dan otot, jadi berbeda bermakna dengan kelompok negatif. Hasil analisi uji
Tukey menunjukkan bahwa peningkatan sintesis glikogen di hati dan di otot
tertinggi terjadi pada dosis III dengan presentase sebesar 56,19%, namun masih
berbeda bermakna dengan metformin sebesar 71,61%.
Kata kunci : Daun Cordia sebestena, glikogen hati dan otot.
Hiperlipidemia adalah naiknya kadar trigliserida atau kolesterol dan menurunnya
kadar HDL. Daun kordia sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di negara
India sebagai salah satu obat antitrigliserida. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui uji aktivitas ekstrak daun kordia terhadap penurunan kadar trigliserida
pada tikus hiperlipidemia. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing
terdiri dari 5 ekor. Kelompok I (kontrol normal), kelompok II (kontrol negatif)
yang diberikan Na CMC 0,5%, kelompok III (kontrol positif) diberi fenofibrat
dosis 10,28 mg/kgBB, kelompok IV (Dosis 1: 50 mg/kgBB), kelompok V (Dosis
2: 100 mg/kgBB), kelompok VI (Dosis 3: 200 mg/kgBB) pengobatan tersebut
diberikan selama 14 hari. Parameter yang diamati adalah penurunan kadar
trigliserida. Data persentase penurunan kadar trigliserida dianalisis menggunakan
uji ANOVA one way dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian
menunjukan bahwa semua kelompok uji ekstrak etanol 70% daun kordia dapat
menurunkan kadar trigliserida karena berbeda bermakna dengan kontrol negatif
(P<0,05). Persentase penurunan kadar trigliserida terbesar terjadi pada dosis 3
yaitu 48,09% namun masih belum sebanding dengan fenofibrat 60,92%.
Kata kunci : Cordia sebestena., daun kordia, ekstrak etanol, hiperlipidemia,
hipertrigliserida.
Rasa nyeri adalah keluhan utama ketika menderita penyakit, yang dapat dikurangi
dengan menggunakan obat analgetik.Selain obat modern dapat pula digunakan obat
tradisional, salah satunya daun kordia yang mengandung senyawa flavonoid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek farmakologi ektrsk etanol 70% daun
kordia sebagai analgetik. Pengujian dilakukan menggunakan metode formalin test
dan writhing test dengan asetosal sebagai kontrol positif, ekstrak etanol 70% daun
kordia dengan konsentrasi 100mg/kgBB, 200mg/kgBB dan 400mg/kgBB. Aktivitas
analgetik di ukur dengan perbandingan waktu menjilat kaki atau menggigit kaki
pada metode formalin test dan aktivitas analgetik di ukur dengan banyaknya geliat
pada metode writhing test. Hasil statistik menunjukkan nilai Tukey HSD pada uji
Formalin Test pada menit ke- 5, 20, 25 dan 30 bahwa ekstrak etanol 70% daun
kordia dosis 200mg/kgBB dan 400mg/kgBB tidak berbeda bermakna dengan
kontrol positif (p>0,05) sedangkan nilai Tukey HSD pada uji Writhing test menit
ke- 15 dan 45 bahwa semua dosis ujitidak berbeda bermakna dengan kontrol positif
(p>0,05). Dan nilai Tukey HSD pada uji Writhing test menit ke- 30 dan 60 bahwa
dosis 200mg/kgBB dan 400mg/kgBB tidak berbeda bermakna dengan kontrol
positif (p>0,05) Sehingga dosis yang baik digunakan sebagai analgetik pada dosis
200mg/kgBB dan 400mg/kgBB
Kata kunci : Daun kordia, Formalin test, writhing test.
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan bagian dari famili labiatae.
salah satu kandungan kimia yang terkandung dalam minyak atsiri daun nilam
yaitu senyawa patchouli alcohol, senyawa tersebut memiliki bioaktifitas sebagai
antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan profil minyak atsiri daun
nilam dan aktivitas antioksidan dari minyak atsiri daun nilam dengan metode
DPPH. Minyak atisiri diekstraksi dengan metode destilasi uap air. Identifikasi
komponen minyak atsiri dilakukan menggunakan Gas Chromatography mass
spectrometry (GC-SM). Uji aktivitas antioksidan minyak atsiri dilakukan dengan
metode DPPH pada panjang gelombang 518 nm. Hasil menunjukan profil minyak
atsiri dari daun nilam Citeureup terdapat 18 komponen senyawa kimia dengan
komponen patchouli alcohol sebesar 18,12% sedangkan pada minyak atsiri daun
nilam Batu terdapat 14 komponen senyawa kimia dengan komponen patchouli
alcohol sebesar 26,31%. Nilai IC50 minyak atsiri daun nilam Citeureup sebesar
22,45 μg/ml dengan AAI sebesar 7,03 sedangkan IC50 minyak atsiri daun nilam
Batu sebesar 19,88 μg/ml dengan AAI sebesar 7,95.
Kata Kunci : Antioksidan, Minyak atsiri, Nilam, Pogostemon cablin Benth., Gas
Chromatography mass spectrometry (GC-SM), DPPH
Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) merupakan bagian dari famili piperaceae.
Salah satu kandungan kimia yang terdapat dalam buah cabe jawa yaitu senyawa
piperin. Senyawa tersebut memiliki berbagai aktivitas, diantaranya antimikroba,
antidiabetik, antiinflamasi dan antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk
menetapkan kadar senyawa piperin yang terkandung dalam buah cabe jawa dari
daerah Lampung (200 mdpl), Madura (50 mdpl) dan Bogor (450 mdpl) dengan
spektrofotometer UV-Vis. Buah cabe jawa diekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 95%. Identifikasi kualitatif senyawa piperin dilakukan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Penetapan kadar senyawa piperin
dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 253,8 nm.
Hasil menunjukkan kadar piperin yang terdapat pada ekstrak etanol 95% buah cabe
jawa dari Lampung (dataran sedang) sebesar 1,5357% b/v, selanjutnya dari Madura
(dataran rendah) sebesar 1,4397% b/v, dan dari Bogor (dataran tinggi) adalah
sebesar 1,4111% b/v. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kadar
senyawa piperin pada ekstrak etanol 95% buah cabe jawa yang ditanam baik pada
dataran tinggi, dataran sedang maupun dataran rendah.
Kata Kunci: cabe jawa, piperin, spektrofotometer uv-vis
Salah satu kandungan buah lada hitam (Piper nigrum L.) adalah piperin. Piperin
yang berkhasiat sebagai antimikroba, antiinflamasi, antipiretik, dan analgesik.
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar senyawa piperin yang terdapat
pada ekstrak etanol 95% buah lada hitam. Sampel diambil dari ketinggian tempat
tumbuh yang berbeda, yaitu Lampung Tengah (dataran rendah), Bogor Tengah
(dataran tinggi), dan Luwu Timur (dataran rendah). Ekstraksi buah lada hitam
dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95%. Ekstrak
buah lada hitam dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis GF254.
Selanjutnya ditetapkan kadarnya menggunakan metode Spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 253,8 nm. Hasil menujukkan kadar piperin pada ekstrak
etanol 95% buah lada hitam dari Luwu Timur (dataran rendah) sebesar 5,6303%.
dari Lampung Tengah (dataran rendah) 5,3826%, dan dari Bogor Tengah (dataran
tinggi) 4,8681%. Hasil menunjukkan adanya perbedaan kandungan piperin pada
ekstrak etanol 95% buah lada hitam dengan perbedaan ketinggian tempat tumbuh.
Kata Kunci: dataran rendah, dataran tinggi, piperin, Piper nigrum,
spektrorofotometer UV-Vis
Hiperlipidemia merupakan gangguan abnormalitas yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolsterol total, trigliserida, LDL dan penurunan HDL. Cincau
hijau merupakan tanaman yang mengandung senyawa flavanoid. Flavanoid dapat
menurunkan peroksida lipid secara in vitro dengan bekerja sebagai inhibitor
enzim HMG-CoA reduktase sehingga menurunkan sintesis kolesterol. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui uji aktivitas fraksi etil asetat daun cincau hijau
terhadap penurunan kadar kolesterol total dan LDL pada hamster hiperlipidemia.
Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 4 ekor.
Kelompk I (kontrol normal), kelompok II (kontrol negatif), kelompok III (kontrol
positif) diberi atorvastatin dosis 2,46 mg/kgBB, Kelompok IV (dosis 1),
kelompok V (dosis 2), kelompok IV (dosis 3) diberi fraksi etil asetat daun cincau
hijau dengan dosis 63; 125; 252 mg/50gBB hamster. Parameter yang diamati
adalah penurunan kadar kolesterol total dan LDL. Data persentase penurunan
kadar kolesterol total dan LDL dianalisis menggunakan uji ANOVA one way
(α=0,05) dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukan bahwa
semua kelompok uji pada fraksi etil asetat daun cincau dapat menurunkan kadar
kolesterol total dan LDL karena berbeda bermakna dengan kontrol negatif.
Penurunan kadar kolesterol total dan LDL terbesar terjadi pada dosis 3 dengan
persentase penurunan 43,49% dan 40,46% dan sebanding dengan kontrol positif
dengan persentase penurunan sebesar 47,73% dan 44,88%.
Kata kunci : Premna oblongifolia Merr., cincau hijau, flavanoid, hiperlipidemia,
kolesterol total, low density lipoprotein.
Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) merupakan tanaman yang berasal dari famili
Theaceae, menghasilkan teh yang berkualitas jika ditanam di dataran tinggi dengan
suhu yang sesuai. Bagian yang biasanya digunakan untuk minuman adalah pucuk
daun yang sudah dikeringkan. Teh dapat dikelompokan ke dalam empat jenis, yaitu
teh putih, hijau, oolong, dan hitam. Semua jenis teh tersebut di panen dari spesies
yang sama, namun diproses dengan cara yang berbeda untuk mendapatkan tingkat
oksidasi yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kadar katekin
dari ekstrak etanol 70% daun teh putih, hijau, oolong dan hitam. Metode isolasi
katekin menggunakan metode kromatografi kertas dengan menggunkan kertas
Whatman no 3. Eluen yang digunakan adalah Dichlorometana:Etil Asetat (2:1), dan
menghasilkan nilai rf 0,88. Bercak yang dihasilkan dibaca kadarnya dengan
spektrofotometer Uv-Vis. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil kadar katekin
teh putih 2,5767%, hijau 2,2817%, oolong 2,0476%, dan hitam 1,7635%. Dapat
disimpulkan bahwa dari keempat jenis teh tersebut terdapat perbedaan kadar
katekin.
Kata kunci: Teh putih, Teh hijau, Teh oolong, Teh hitam, Camellia sinensis L. ,
katekin.
Daun Jarum tujuh bilah (Pereskia bleo (Kunth) DC.) memiliki keluarga
Cactaceae, telah digunakan sebagai pengobatan alami pada penyakit terkait
kanker, tumor, anti rematik, anti ulkus, anti inflamasi, menghilangkan sakit
kepala, nyeri lambung, bisul, wasir, dermatitis atopik, merevitalisasi tubuh. Di
Panama tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati masalah gastrointestinal,
di India tanaman ini untuk mengurangi pembengkakan. Penelitian ini bertujuan
untuk menetapkan kadar fenol total pada daun jarum tujuh bilah dengan metode
spektrofotometri mengguanakan pereaksi Folin Ciocalteau pada ekstrak nheksana,
diklorometana (DCM), etli asetat dan etanol 70% hasil dari maserasi
bertingkat. Kadar fenol total dinyatakan dalam satuan Gallic Acid Ekuivalent
(GAE). Hasil penelitian kadar fenol total ekstrak n-heksana sebesar 7,3248 ±
0,0835 mgGAE/g, DCM 16,4877 ± 0,1605 mgGAE/g, etil asetat 21,1668 ±
0,1827 mgGAE/g dan etanol 70% 26,0951 ± 0,1076 mgGAE/g dan dapat
disimpulkan kadar fenol terbesar ada dalam ekstrak etanol 70%.
Kata kunci: Jarum Tujuh Bilah, Pereskia bleo, Fenol, Spektrofotometri.
Kordia (Cordia sebestena L.) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di
Indonesia khususnya di Jakarta dan memiliki potensi sebagai tanaman obat
tradisional. Daun kordia memiliki kandungan senyawa fenolik, dalam hal ini daun
kordia belum diketahui kadar senyawa fenoliknya, sehingga perlu diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar fenolik total daun kordia yang
diambil secara acak. Ekstraksi daun kordia menggunakan metode maserasi
bertingkat. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, diklorometana, etil asetat,
dan etanol 70%, kemudian dilakukan penetapan kadar fenolik total daun kordia
menggunakan Spektrofotometer visible dengan pereaksi Folin-Ciocalteu. Sebagai
pembanding digunakan asam galat. Hasil penelitian menunjukkan kadar fenolik
total n-heksana, diklorometana, etil asetat dan etanol 70% secara bertutut-turut
yaitu 68,648±0,752 mg GAE/g, 101,805±0,775 mg GAE/g, 124,769±0,763 mg
GAE/g, 167,473±0,652 mg GAE/g.
Kata kunci: Cordia sebestena, ekstraksi bertingkat, fenolik, kordia
Pada penelitian sebelumnya ekstrak methanol, kloroform, dan etil asetat akar kordia terbukti dapat digunakan sebagai analgesik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak diklorometana daun kordia terhadap efek analgetik pada tikus jantan galur wistar. Dalam penelitian ini, uji analgesik daun kordia dalam bentuk ekstrak diklorometana dengan tiga variasi dosis menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur wistar yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan dua metode pengujian yaitu metode writhing test yang diinduksi asam asetat 0,6% (10 ml/kg) secara intraperitoneal dan metode formalin test dengan cara menginduksi formalin 10% (0,05 ml) secara subkutan pada telapak kaki tikus. Kelompok I (kontrol negatif) diberi Na CMC 0,5%, kelompok II (kontrol positif) diberikan obat pembanding asetosal 10,28 mg/200 g BB tikus, kelompok III, IV, dan V (kelompok uji) diberikan ekstrak diklorometana daun kordia dengan dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB yang diberikan secara oral. Data dianalisa menggunakan anova satu arah di mana nilai signifikansi (p≤ 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Dari analisa statistik didapat hasil yaitu pada writhing test yang memiliki efek sama dengan kontrol positif pada dosis I, II, dan III sedangkan pada formalin test memiliki efek sama dengan asetosal 10,28 mg/200 g BB tikus pada dosis II dan III. Dapat disimpulkan ekstrak diklorometana daun kordia memiliki efek analgesik dengan writhing test dan formalin test yaitu pada dosis II (200 mg/kg BB).
Kata Kunci: Kordia, Cordia sebestena, Analgesik, Writhing Test, Formalin Test
Cordia sebestena L. adalah salah satu tumbuhan yang tumbuh di daerah perkotaan sebagai tanaman hias. Menurut penelitian pada bagian akar menunjukkan aktivitas analgetik yang signifikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek analgetik ekstrak diklorometana daun C. sebestena menggunakan metode tail flick dan hot plate pada tikus putih jantan galur Wistar. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus. Kontrol negatif (CMC Na 0,5%) sebagai kelompok I, kontrol positif (tramadol 5,14 mg/kg BB) sebagai kelompok II, ekstrak diklorometana dosis 100, 200 dan 400 mg/kg BB sebagai kelompok III, IV dan V. Zat uji diberikan oral 15 menit sebelum perlakuan. Data dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan uji Tukey. Hasil analisis pada metode tail flick ekstrak diklorometana pada menit ke 45 dan 60 adalah dosis I, dosis II dan dosis III dengan nilai % MPE berturut-turut sebesar 20,09%, 15,83% dan 25,99% sedangkan, pada metode hot plate dosis I dan III mulai memberikan efek pada waktu ke 45 menit sedangkan dosis I, II dan III pada menit ke 60 dengan nilai % MPE berturut-turut sebesar 8,21%, 7,24% dan 8,54% yang memiliki kemampuan sebagai analgetik. Nilai % MPE tramadol pada tail flick dan hot plate adalah 23,45% dan 8,46%. Dapat disimpulkan ekstrak diklorometana daun kordia memiliki kemampuan tidak berbeda bermakna (ρ>0,05) dengan tramadol pada dosis I (100 mg/kg BB) sebagai analgetik.
Paederia foetida, locally (Indonesia) known as “sembukan “and “skunkvine” (English), is one of Rubiaceae
family member that has a diverse pharmacological and phytochemical importance. The name derives from the
distinct odor when the leaves are crushed. The species name “foetida” is a Latin word for “stinky” or “foul
smelling”. The current work was investigated to perform the morphoanatomical, physicochemical,
phytochemical analysis and flavonoids content of Paederia foetida Linn. Pharmacognostical studies were carried
out for different parameters include macroscopic, microscopic, and fluorescence. Physicochemical parameters,
like the loss on drying, ash value, extractive values, etc. were measured as per WHO guidelines. Preliminary
phytochemical screening was also performed for major groups of compounds and the flavonoid content. The
TLC profile of the leaves extracts (n-hexane, DCM and ethanolic) of P. foetida showed 9, 7 and 3 spots
respectively in the different solvents. The total flavonoid concentration was 1.32 mg/g, expressed as quercetin
equivalents. The various macroscopic, microscopic, physical and phytochemical parameters listed here for P.
foetida, and the present work can be used with respect to its identification, authentication, and standardization.
Mirabilis jalapa Linn. is an important medicinal plant and used extensively by the people from different
countries for the treatment of several disorders. The plant was the raw material for the herb-drug product, so some
parameters identified were needed to ensure the safety, quality and efficacy of the product. Objective: The aim of this
study was to undertake pharmacognostical studies to fulfill the work required for the identification the M. jalapa plant,
which is collected from the Bogor area, Indonesia. Methods: Macroscopic and microscopic evaluation, fluorescence
standards, phytochemical screening and physicochemical parameters were carried out on the above plant. Results: The
parameters values of total ash, water soluble and acid insoluble ash were obtained 11.81, 5.06 and 0.41%, respectively.
Moisture content, alcohol, water and ether soluble extractive were found to be 12.41, 11.02, 18.63 and 7.17% respectively.
The results of preliminary phytochemical analysis of aqueous ethanolic extract of this drug were positive for alkaloids,
tannins, flavonoids, steroid, triterpenoids, saponin, phenols, glycosides and carbohydrate. Thin layer chromatography
(TLC) of alcoholic, chloroform and aqueous extracts showed 9, 7 and 4 spots respectively. Conclusion: The present
study on botanical pharmacognosy and TLC profile of this plant above thus provides useful information for correct identification
and quality control parameters for the crude drugs, and also will be useful in making monograph of the plant.
Peperomia pellucida (L.) Kunth. belongs to family Piperaceae, is used in traditional system of medicine for treatment of several disorders. The leaves was the main source of the raw material for the herb-drug product, so the material and some parameters identified were needed to ensure the safety, quality and efficacy of the product.The present study was to evaluation revealed interesting macros- and microscopic characteristic of the Indonesian plant and establishment of its quality parameters including fluorescence characters, physicochemical, and phytochemical screening.Fluorescence characters of powdered material were analysed under ultraviolet and ordinary light, which signifies their characteristics. Moisture content, alcohol and water soluble extractive were also determined, and were found to be 9.68 , 18.12 and 6.23%. Physicochemical parameters such as total ash value, water soluble and acid insoluble ash value were determined which were 7.03, 5.27, 0.55% respectively. The TLC profile of different extracts (hexane, DCM and methanol) of P. pellucida showed 10, 5 and 4 spot respectively. Phytochemical screening of aqueous ethanolic extract of leaf of the P. pellucida showed the presence of alkaloid, flavanoids, glycosides, phenols, saponin, steroids, terpenoids, tannins and carbohydrates. These present study help in identification and authentication of the plant material, such as information for correct identification of the plant and also will be useful in making monograph of the plant.