Almond termasuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang atau asam lemak tidak jenuh
ikatan rangkap, seperti asam linoleat (12,0%-33,9%), asam oleat (57,5%-78,7%), asam
palmitat (0,3%-0,6%), asam palmitoleat (0,3%-0,6%), asam stearat (0,2%-0,7%)
untuk meningkatkan fungsi pelindungan epidermis kulit. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi minyak almond sebagai fase minyak
terhadap sifat fisik sabun padat opaque. Pada penelitian ini minyak almond
konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% akan diformulasikan menjadi sabun opaque.
Metode penelitian yang digunakan adalah cold process. Dilakukan uji organoleptik,
uji pH, uji stabilitas busa, uji kadar air, uji kekerasan. Hasil uji organoleptik
berbentuk padat, warna putih, aroma khas, tekstur sedikit kasar hingga halus. Hasil
pengukuran pH sabun 8,33 ±0,577, 8,67 ±0,577, 9,00 ±1,000, 10,33 ±0,577. Hasil
uji stabilitas busa 61,92% ±1,383, 62,63% ±2,173, 67,00% ±1,426, 67,79% ±1,843.
Hasil uji kadar air 13,11% ±0,057, 13,35% ±0,006, 12,36% ±0,066, 11,61%
±0,157 dan hasil uji kekerasan 2,17mm/detik ±1,041, 2,00mm/detik ±1,000,
2,67mm/detik ±0,764, 1,50mm/detik ±0,500. Dari hasil uji statistik ANOVA satu
arah terhadap pH, stabilitas busa, kadar air diperoleh nilai p< 0,05 menunjukkan
terdapat perbedaan signifikan sedangkan kekerasan p>0,05 tidak memiliki
perbedaan bermakna.
Kata Kunci: sabun padat opaque, minyak almond, cold process.
Sunflower oil digunakan sebagai fase minyak dengan kandungan asam lemak
yang dapat mempengaruhi sifat fisik sabun. Penggunaan sunflower oil dalam
sediaan sabun padat opaque belum ada, sehingga perlu diteliti. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi sunflower oil sebagai fase
minyak terhadap sifat fisik sabun padat opaque. Metode pembuatan sabun ini
adalah metode cold process dengan konsentrasi sunflower oil 5%, 10%, 15% dan
20%. Hasil sifat fisik dari 4 Formula yaitu uji organoleptik bentuk padatan,
berwarna putih, aroma khas serta tekstur sedikit kasar-halus, pH 9 ±0, kadar air
14,99% ±0,01, 14,5% ±0,03, 14,35% ±0,01 dan 17,25% ±0,05. Stabilitas busa
68,43% ±0,74, 65,74% ±1,06, 62,36% ±0,55 dan 71,91% ±5,83. Kekerasan sabun
4,1 mm/detik ±0,1, 3,3 mm/detik ±0,15, 2,26 mm/detik ±0,25 dan 5,2 mm/detik
±0,26. Hasil analisis statistik oneway ANOVA terdapat perbedaan bermakna pada
kadar air, stabilitas busa dan kekerasan serta hasil analisis statistik kruskal wallis
tidak ada perbedaan bermakna untuk pH. Berdasarkan hasil pengujian dapat
disimpulkan dengan meningkatnya konsentrasi sunflower oil menyebabkan sabun
berbentuk padatan, berwarna putih, aroma khas dengan tekstur sedikit kasar
hingga sangat halus, pH sabun stabil, penurunan kadar air, stabilitas busa dan
kekerasan pada F1-F3, namun pada F4 terjadi peningkatan kadar air, stabilitas
busa, dan kekerasan.
Kata Kunci: Cold Process, Sabun Padat Opaque, Sifat Fisik, Sunflower Oil
Kulit putih semangka (Citrullus lanatus Schrad) mengandung sitrulin, senyawa
antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan kulit sehingga dapat digunakan
sebagai bahan campuran pada masker wajah. Masker clay merupakan salah satu
tipe masker bilas dengan bahan utama pembentuk basisnya yaitu mineral clay
seperti kaolin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan
kaolin sebagai basis terhadap sifat fisik masker clay ekstrak kulit putih semangka
(Citrullus lanatus Schrad). Konsentrasi kaolin yang digunakan adalah 20%, 24%,
28% dan 32%. Karakteristik masker clay yang diuji meliputi organoleptis,
homogenitas, pH, waktu mongering, daya sebar, viskositas dan sifat alir. Hasil uji
organoleptis pada F1 memiliki tekstur sedikit kental, F2-F3 memiliki tekstur
kental sedangkan F4 memiliki tekstur sangat kental dan semua formula memiliki
bau khas dan warna putih kecoklatan. Hasil evaluasi menunjukkan masker clay
homogen dengan nilai pH 5.23 ± 0,2166, daya sebar dengan nilai 5.06 cm ±
0,2259, serta waktu mengering dengan waktu 15 menit 66 detik ± 0,5048 dan
viskositas dengan nilai 165.733 cps ± 28639,6. Penentuan sifat alir menunjukkan
bahwa semua sediaan mengacu pada sifat plastis. Berdasarkan hasil uji statistik
ANOVA satu arah didapat nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan antar formula
terhadap nilai pH, daya sebar, waktu mengering dan viskositas. Berdasarkan hasil
dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi kaolin dapat menurunkan nilai
pH, daya sebar, dan waktu mengering serta meningkatkan viskositas masker clay
ekstrak kulit putih semangka (Citrullus lanatus Schrad).
Kata Kunci : Masker Clay, Kaolin, Ekstrak Kulit Putih Semangka.
Masker clay adalah masker yang komponen basisnya terdiri dari mineral berupa
bentonite dan kaolin dan dapat digunakan dalam berbagai tujuan, diantaranya
sebagai anti acne. Dilaporkan bahwa asam laktat sebesar 5% memberikan efek
anti acne, namun jika dikombinasi dengan bentonite diatas konsentrasi 3% dapat
menyebabkan disagregasi. Keterbatasan ini dapat diatasi melalui penggunaan
hidroksietil selulosa (HEC) sebagai pengental dalam formula masker clay.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi HEC
terhadap kestabilan fisik masker clay. Sediaan dibuat dalam 4 formula dengan
variasi konsentrasi HEC yaitu 0,7%, 0,8%, 0,9%, dan 1% dengan metode
pencampuran dan homogenisasi hingga diperoleh sediaan dengan konsistensi
setengah padat. Pengamatan stabilitas yang dilakukan terhadap sediaan
memberikan hasil nilai pH rentang 4,71-4,74, daya sebar 2,27-3,44 cm, waktu
mengering 12,74-15,29 menit, viskositas 29000-53333,33 cPs dan sifat alir yang
diperoleh yaitu sifat alir plastis. Hasil analisa pegujian daya sebar, waktu
mengering, dan viskositas dengan metode ANOVA dua arah nilai signifikansi
(α=0,05) menyatakan adanya perbedaan bermakna dan dilanjutkan dengan uji
Tuckey-HSD. Secara keseluruhan dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa peningkatan konsentrasi HEC sebagai pengental dapat mempengaruhi
stabilitas fisik masker clay.
Kata kunci : masker clay, HEC, stabilitas fisik
Kulit putih bagian buah semangka (Citrulus lanatus) diketahui mengandung
sitrulin, yaitu salah satu senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan kulit,
sehingga dapat dimanfaatkan dalam sediaan kosmetik seperti masker wajah.
Masker clay merupakan salah satu tipe masker bilas dengan bahan utama
pembentuk basisnya yaitu mineral seperti bentonit. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh penggunaan bentonit sebagai basis terhadap sifat fisik masker
clay ekstrak kulit putih semangka. Masker dibuat sebanyak 4 formula dengan
variasi konsentrasi bentonit yaitu 20%; 25%; 30%; dan 35%. Sediaan dibuat dengan
metode pencampuran semua bahan dengan basis yang dikembangkan dan
dilanjutkan proses homgenisasi sehingga dihasilkan masker dengan konsistensi
setengah padat. Karakteristik masker clay yang diuji meliputi organoleptis,
homogenitas, pH, waktu mengering, daya sebar, viskositas dan sifat alir. Hasil uji
organoleptis 3 formula (F1-F3) memiliki tekstur kental sedang, namun F4 memiliki
tekstur sangat kental. Hasil evaluasi menunjukkan masker clay homogen dengan
nilai pH pada rentang 3,38 – 4,86 dan daya sebar pada rentang 2,24 cm - 4,15 cm.
Penentuan sifat alir menunjukkan bahwa semua sediaan mengacu pada sifat plastis.
Berdasarkan hasil uji statistik ANOVA satu arah didapat nilai p<0,05 sehingga
terdapat perbedaan antar formula terhadap waktu mengering, daya sebar dan
viskositas. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi
bentonit dapat menurunkan nilai pH, waktu mengering dan daya sebar serta
meningkatkan viskositas masker clay ekstrak kulit putih semangka.
Kata Kunci : Masker clay, bentonit, ekstrak kulit putih semangka
Buah okra (Abelmoschus esculentus (L.) mengandung flavonoid yang berperan
sebagai antioksidan dan dapat digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan
kosmetika yaitu masker gel peel off. Komponen utama masker gel peel off adalah
gelling agent salah satunya yaitu carbopol 940. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh variasi konsentrasi carbopol 940 sebagai gelling agent
terhadap sifat fisik masker gel peel off ekstrak etanol 96% buah okra. Sediaan
dibuat 4 formula dengan variasi konsentrasi carbopol 940 yaitu 0,5%, 0,6%,
0,7%, dan 0,8%. Terhadap formula dilakukan evaluasi sifat fisik meliputi uji
organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, sifat alir, waktu mengering, daya sebar,
kuat tarik dan elongasi. Hasil evaluasi didapatkan nilai pH sebesar 5,18-5,30, daya
sebar 5,67-5,87 cm, waktu mengering 16,28-19,22 menit, viskositas 10421-50733
cps, kuat tarik 1,88 – 4,36 kg/cm2
, dan elongasi 280 - 430%. Hasil evaluasi
dianalisis secara stastistik menggunakan metode ANOVA satu arah diperoleh
nilai (p<0,05) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan terhadap sifat fisik
masker gel peel off kemudian dilanjutkan dengan uji tukey. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi carbopol 940 sebagai gelling agent
dapat meningkatkan viskositas, menurunkan daya sebar, waktu mengering, pH,
elongasi dan kuat tarik sediaan.
Kata Kunci : Ekstrak Buah Okra, Carbopol 940, Sifat Fisik, Masker gel peel off
Buah okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) mengandung flavonoid sebagai
antioksidan, dapat dimanfaatkan dalam sediaan masker gel peel off. Komponen
utama yang berperan penting dalam masker gel peel off adalah gelling agent, yaitu
natrium alginat yang memiliki kemampuan untuk membentuk matriks gel
sehingga diperoleh sediaan yang elastis. Penelitian ini bertujuan untuk
memformulasikan ekstrak etanol 96% buah okra dalam bentuk masker gel peel off
dan mengetahui pengaruh konsentrasi natrium alginat sebagai gelling agent
terhadap sifat fisik masker peel off. Sediaan dibuat dengan konsentrasi natrium
alginat masing-masing 2%, 2,5%, 3% dan 3,5%. Setiap formula dievaluasi sifat
fisiknya meliputi uji organoleptis, homogenitas, waktu mengering, pH, daya
sebar, elongasi, viskositas dan sifat alir. Hasil evaluasi diperoleh nilai pH 5,74-
6,1, daya sebar 5,1-6,3 cm, waktu mengering 20-25 menit, viskositas 3000-12000
cps, elongasi 110-470% dan kuat tarik 2,25-5,83 kg/cm2
kemudian dianalisis
menggunakan ANOVA satu arah dengan signifikasi (α=0,05), menunjukkan
perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap evaluasi daya sebar, waktu mengering dan
viskositas kemudian dilanjutkan uji tuckey. Penelitian ini dapat disimpulkan
tingginya konsentrasi natrium alginat maka pH, daya sebar, waktu mengering,
kuat tarik, elongasi mengalami penurunan dan viskositas yang dihasilkan
meningkat.
Kata kunci : Ekstrak buah okra, natrium alginat, Masker peel off, Sifat fisik
Propilen glikol merupakan senyawa yang berperan sebagai humektan dalam
sediaan semisolid gel, emulgel dan krim. Humektan mempengaruhi sifat fisik
sediaan seperti homogenitas, daya lekat, daya sebar dan viskositas. Kajian literatur
ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi dan mengkaji penelitian terkait
peran penting propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik sediaan
semisolid. Metode yang dilakukan adalah narrative review terhadap jurnal yang
terbit secara nasional dan internasional dalam waktu 10 tahun terakhir. Penelitian
ini menggunakan jurnal yang tersedia secara online di Google, Google Schoolar,
Science Direct, Pubmed dan MDPI. Kriteria inklusi: literatur yang digunakan
berupa jurnal internasional dan nasional, jurnal fulltext yang terbit pada rentang
tahun 2013-2022, propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan semisolid.
Kriteria eksklusi meliputi jurnal review, tidak fulltext, tidak membahas propilen
glikol sebagai humektan dan penggunaan kombinasi humektan lainnya. Dari hasil
pencarian literatur diperoleh 37 artikel yang dapat digunakan. Rentang konsentrasi
propilen glikol yang digunakan 0,025%-21% pada sediaan yang sama. Peran daya
lekat humektan propilen glikol dengan konsentrasi 15% lebih besar pada sediaan
emulgel dibandingkan dengan gel, sedangkan daya sebar humektan propilen
glikol (10% dan 15%) lebih besar pada gel diikuti oleh krim dan yang terkecil
adalah pada sediaan emulgel. Peran propilen glikol (15%) pada sediaan krim
menunjukkan nilai viskositas yang lebih besar dibandingkan dengan gel sehingga
propilen glikol memiliki peran sifat fisik yang berbeda pada sediaan semisolid.
Simpulan kajian literatur ini adalah bahwa semakin tinggi konsentrasi propilen
glikol dalam formula menurunkan viskositas sediaan sehingga nilai daya sebar
semakin meningkat.
Kata kunci : Propilen glikol, humektan, sifat fisik, semisolid
Zat aktif dan gelling agent merupakan komponen penting dalam formula sediaan
gel terutama berpengaruh pada sifat fisik. Ekstrak sebagai zat aktif dalam formula
gel sudah banyak digunakan saat ini dan mengalami perkembangan yang pesat di
Indonesia. Natrium Carboxymetyl Cellulose (Na-CMC) merupakan salah satu
gelling agent yang memberikan daya sebar serta viskositas lebih baik dibanding
senyawa lainnya, serta memiliki pH yang stabil. Kajian literatur ini bertujuan
mengumpulkan informasi tentang pengaruh Na-CMC terhadap sifat fisik gel yang
mengandung ekstrak dan hasilnya dirangkum dalam suatu narasi.Dilakukan
dengan menggunakan metode narrative review. Sumber data yang digunakan
pada penelitian ini adalah artikel jurnal dari pencarian data yang dilakukan
melalui situs Google Scholar, Science Direct dan Core.ac.uk..Kriteria inklusi
meliputi penggunaan Na-CMC sebagai gelling agent dalam sediaan gel,
terpublikasi nasional dan internasional, jurnal Fulltext yang terbit pada rentang
tahun 2013-2022. Kriteria eksklusi meliputi penelitian terhadap Na-CMC sebagai
gelling agent dengan kombinasi gelling agentlain, berupa jurnal review, tidak
terindeks Google Scholar, Science Direct dan Core.ac.uk. Hasil pencarian
diperoleh 37 artikel yang memenuhi kriteria.Berdasarkan hasil kajian literartur
dan pembahasan ulasan artikel yang telah dilakukan, didapatkan bahwa Na-CMC
pada konsentrasi 3% yaitu konsentrasi paling rendah dapat menghasilkan gel yang
baik dan aman untuk digunakan. Faktor yang juga berperan dalam sifat fisik
sediaan adalah penggunaan eksipien lainnya. Dapat disimpulkan dari hasil kajian
ini Na-CMC pada rentang konsentrasi 3-6% memberikan homogenitas dan nilai
pH yang baik pada sediaan, serta peningkatan konsentrasinya akan menurunkan
nilai daya sebar, meningkatkan daya lekat dan viskositas gel.
Kata kunci :Natrium Karboksimetilselulosa, gel, ekstrak bahan alam, sifat fisik
Domperidon adalah antagonis dopamin reseptor digunakan sebagai antiemetik,
namun memiliki bioavailabilitas yang rendah karena metabolisme lintas pertama
di hati dan metabolisme di usus. Upaya mengatasi efek samping tersebut dapat
melalui pemberian obat secara transdermal berupa sediaan patch. Patch
merupakan salah satu sediaan transdermal yang diaplikasikan pada kulit di mana
zat aktif yang terkandung dalam patch akan dilepaskan dalam dosis tertentu dan
berdifusi secara pasif melalui kulit yang selanjutnya akan masuk ke aliran darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju fluks formula patch transdermal
domperidon dengan variasi konsentrasi peningkat penetrasi. Uji penetrasi
menggunakan alat difusi Franz selama 8 jam dengan membran selofan. Patch
domperidon dibuat menggunakan polimer HPMC dengan penambahan peningkat
penetrasi Isopropil miristat (IPM) dan Eucalyptus oil menggunakan metode
solvent casting. Sediaan dibuat sebanyak 6 formula dengan variasi konsentrasi
Isopropil Miristat untuk F1 2%, F2 5%, F3 10% dan Eucalyptus Oil untuk F4 2%,
F5 5%, F6 10%. Dilakukan evaluasi sediaan untuk melihat sifat fisik formula
patch. Uji organolpetis patch berbentuk bulat dengan diameter 0,9 cm, berwarna
putih, kering dan tidak retak. Untuk uji keseragaman bobot seluruh formula
berkisar 103,01-140,23 mg, uji ketebalan patch berkisar 1,64-1,72 mm, uji
ketahanan lipat seluruh formula >300 kali, uji moisture content berkisar 5,33-
7,16%, uji penetapan kadar berkisar 99-101%. Hasil laju penetrasi seluruh
formula menunjukkan kinetika pelepasan orde nol. Hasil fluks tertinggi ada pada
F3 yaitu sebesar 68,42 μg/cm2
/jam, dimana semakin besar peningkat penetrasi
yang digunakan maka didapatkan laju fluks semakin tinggi.
Kata Kunci: Isopropil Miristat, Eucalyptus Oil, Domperidon, Fluks, Patch.
Konsentrasi carbopol 940 serta zat aktif yang digunakan dalam pembuatan gel
akan mempengaruhi sifat fisik sediaan gel. Carbopol 940 dalam konsentrasi yang
rendah sudah mampu memberikan nilai viskositas gel yang tinggi dan lebih baik
dibandingkan dengan gelling agent lain. Kajian literatur ini bertujuan untuk
mengumpulkan informasi dan mengkaji penelitian terkait peran carbopol 940
sebagai gelling agent terhadap sifat fisik gel dengan bahan alam sebagai zat
aktifnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode narrative review.
Artikel yang digunakan bersumber dari data base Google Scholar, Science Direct,
dan Core.ac.uk. Kriteria inklusi: Penggunaan carbopol 940 sebagai gelling agent
dalam sediaan gel, Bahan aktif yang digunakan berupa ekstrak, terpublikasi
Internasional dan Nasional, jurnal fulltext yang terbit pada rentang tahun 2013-
2022. Kriteria eksklusi: Penelitian terhadap carbopol 940 sebagai gelling agent
dengan kombinasi gelling agent lain, berupa jurnal review, tidak terindeks Google
Scholar, Science Direct, dan Core.ac.uk. Setelah dilakukan pencarian diperoleh 30
artikel yang dapat digunakan. Diketahui bahwa Carbopol 940 memberikan
homogenitas yang baik pada sediaan, serta peningkatan konsentrasinya
memperkecil nilai daya sebar, memperkuat daya lekat, menurunkan nilai pH, dan
meningkatkan viskositas sediaan gel. Kesimpulan dari kajian ini menunjukkan
bahwa carbopol 940 sangat mempengaruhi sifat fisik gel dengan ekstrak sebagai
bahan aktifnya.
Kata kunci: Carbopol 940, sediaan gel, ekstrak bahan alam, sifat fisik
Stabilitas fisik dari sediaan masker clay sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
plasticizer. Pada sediaan masker clay plasticizer dapat menurunkan kekakuan
serta dapat meningkatkan fleksibilitas sediaan sehingga dalam sediaan masker
clay sangat berpengaruh terhadap daya sebar, viskositas, waktu pengeringan
dan stabilitas sediaan dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi gliserol sebagai plasticizer
terhadap stabilitas fisik masker clay. Sediaan dibuat menjadi 5 formula dengan
konsentrasi gliserol sebesar 0%, 2%, 3%, 4% dan 5% serta dilakukan evaluasi
selama 3 minggu. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan didapatkan nilai
rentang pH 4,64-5,54, daya sebar 2,67-3,73 cm, kecepatan mengering 10,57-
14,67 menit, konsistensi 215-396 1/10 mm, viskositas 107,417-282,550 cps dan
memiliki sifat alir tiksotropik plastis. Dari hasil data ANOVA dua arah terhadap
uji pH, daya sebar, konsistensi dan viskositas diperoleh nilai p < 0,05 yang
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan, kemudian dilanjutkan
dengan uji Tukey-HSD yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Pada
uji kecepatan mengering dilakukan uji Friedman diperoleh nilai Asymp. Sig <
0,05 yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan sehingga dapat
disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi gliserol sebagai plasticizer dapat
mempengaruhi stabilitas fisik masker clay.
Kata kunci : Masker clay, plasticizer, gliserol, stabilitas fisik
Masker clay merupakan masker yang terdiri dari basis mineral yaitu bentonit
dan kaolin yang dicampur dengan air. Pada sediaan masker clay terdapat
plasticizer yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas jangka panjang, dan
mengontrol pengeringan sediaan. Sehingga pada penelitian ini digunakan
sorbitol sebagai plasticizer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
peningkatan sorbitol sebagai plasticizer terhadap stabilitas fisik masker clay.
Masker clay dibuat menjadi 5 formula dengan masing masing konsentrasi
sorbitol 0 % , 2%, 3%, 4%, 5% dan dilakukan evaluasi selama 3 minggu.
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan rentang nilai pH 4,68 – 5,46, daya sebar
2,97 – 3,78 cm, viskositas 110,73 – 292,71 cps dan sifat alir yang diperoleh yaitu
tiksotropik plastis, kecepatan mengering 10,92 – 15,08 menit dan konsistensi
228 – 383 1/10 mm. Dari hasil analisa statistik two way anova pada uji
kecepatan mengering dan konsistensi diperoleh nilai p < 0,05 sehingga
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Pada uji pH, daya sebar, dan
viskositas dilakukan analisis statistik menggunakan uji Friedman dan diperoleh
nilai Sig < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Sehingga
disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi sorbitol sebagai plasticizer dapat
mempengaruhi stabilitas fisik masker clay.
Kata Kunci : Masker Clay, plasticizer, sorbitol, stabilitas fisik.
Ibuprofen merupakan obat anti inflamasi nonstreroid (AINS), yang termasuk
kedalam BCS kelas II yaitu memiliki kelarutan yang rendah tetapi
permeabilitasnya tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi
kompleks inklusi ibuprofen dengan β-siklodekstrin dan diharapkan dapat
meningkatkan kelarutan ibuprofen di dalam berbagai macam medium. Pembuatan
kompleks inklusi dilakukan dengan metode kneading, dibuat menjadi 5 formula
dengan perbandingan molar antara ibuprofen dan β-siklodekstrin sebagai berikut
formula I (1:1), formula II (1:2), formula III (1:3), formula IV (1:4), formula V
(1:5). Hasil kompleks inklusi ini dikarakterisasi dengan analisa DTA, XRD, FTIR dan scanning electron microscopy (SEM). Uji kelarutan ibuprofen
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada tiga medium berbeda yaitu
aquades, larutan dapar phosfat pH 7,4 dan larutan dapar asam klorida pH 1,5.
Berdasarkan hasil karakterisasi pembentukan kompleks inklusi memperlihatkan
adanya interaksi antara ibuprofen dengan β-siklodekstrin dan telah terbentuknya
kompleks inklusi. Uji kelarutan menunjukkan tidak adanya peningkatan kelarutan
dari ibuprofen pada medium larutan dapar phosfat pH 7,4 akan tetapi terjadi
peningkatan jumlah ibuprofen yang terlarut pada hasil kompleks inklusi formula I
pada medium larutan dapar asam klorida pH 1,5 dan aquades.
Kata kunci: Ibuprofen, β-siklodekstrin, Kompleks Inklusi, Metode Kneading.
Ekstrak bawang bombay dibuat dalam suatu sistem penghantaran nanopartikel
untuk meningkatkan absorbsi obat dengan metode gelasi ionik. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi kitosan
terhadap stabilitas fisik nanopartikel ekstrak etanol 96% bawang bombay (Allium
cepa L.). Nanopartikel ekstrak etanol 96% bawang bombay dibuat dengan metode
gelasi ionik pada metode tersebut menggunakan croslinker natrium tripolifosfat
0,1% dengan menggunakan polimer kitosan kosentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%,
disimpan pada waktu 4 minggu pada suhu 4oC, 25 C, 40oC. Evaluasi nanopartikel
meliputi organoleptik, ukuran partikel, zeta potensial, index polidispersitas,
efisiensi penjerapan, bobot jenis, pH. Hasil penelitian menunjukan ukuran partikel
220 nm-500 nm, zeta potensial +20 mV - +50 mV, index polidispersitas 0,000-
0,571, pH 3,26 - 3,79 dengan bobot jenis 0,9981 – 1,0060 g/mL. Peningkatan
kosentrasi kitosan dapat menurunkan stabilitas fisik nanopartikel ekstrak etanol
96% bawang bombay (Allium cepa L.) pada setiap suhu pengamatan.
Kata kunci: Bawang Bombay, Nanopartikel, Kitosan, Gelasi Ionik, Stabilitas
Fisik
Permasalahan penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif dalam suatu bentuk
sediaan adalah rendahnya bioavailabilitas. Rendahnya bioavailabilitas disebabkan
karena ekstrak sulit berpenetrasi melalui membran biologis dan kemungkinan
ekstrak untuk terurai semakin besar sehingga diperlukan satu sistem
penghantaran, salah satunya adalah fitosom. Tujuan penelitian ini adalah
membandingkan laju difusi dan laju penguraian allisin dalam ekstrak dan fitosom
bawang putih. Ekstrak dan fitosom disimpan selama 8 minggu pada suhu 4oC,
25oC dan 40oC untuk stabilitas kimianya, kemudian dilanjutkan pengujian laju
difusi. Pengujian dilakukan menggunakan alat difusi franz termodifikasi selama
300 menit. Hasil laju penguraian allisin dalam ekstrak bawang putih pada suhu
4
0C ; 250C dan 400C adalah 0,2121 ; 0,2728 dan 0,4980 dan laju penguraian
allisin dalam fitosom bawang putih pada suhu 40C ; 250C dan 400C adalah 0,0191
; 0,0185 dan 0,0212. Untuk hasil laju difusi ekstrak adalah 0,429 dan laju difusi
fitosom adalah 15,149. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa laju
penguraian allisin dalam fitosom lebih lambat dibandingkan allisin dalam ekstrak
serta laju difusi allisin dalam fitosom lebih cepat dibandingkan allisin dalam
ekstrak.
Kata kunci: Ekstrak, Fitosom, Stabilitas Kimia, Laju Penguraian, Laju Difusi.
Fitosom sebagai sistem penghantar obat dengan kandungan Alisin pada bawang
putih (Allium sativum L. ) dapat menurunkan kadar glukosa darah. Alisin
diharapkan dapat terlindungi dari oksidasi dan degradasi sehingga sifat protektif
akan tetap utuh hingga bahan aktif dapat dihantarkan pada target organ.
Bertujuan untuk melihat hubungan antara suhu penyimpanan dan lamanya waktu
penyimpanan terhadap kestabilan fisik sistem fitosom ekstrak bawang putih
(Allium sativum L). Pengujian kestabilan fisik pada sistem fitosom optimal
dengan CCD Response Surface Methodology (RSM) disimpan pada tiga suhu
yang berbeda, yaitu suhu rendah (4°±2°C), suhu kamar (25°±2°C), dan suhu
tinggi (40°±2°C) selama 4 minggu. Pengujian yang dilakukan yaitu organoleptis,
pH, bobot jenis, ukuran partikel, nilai indeks polidispersitas (PdI), dan zeta
potensial. Hasil pengukuran kestabilan fisik sistem fitosom optimal nilai pH 5,5-
5,73; bobot jenis 1,00370-1,00574 g/mL; ukuran partikel 214,3-358,60 nm; PdI
kategori polidispers dalam rentang 0,458-0,571; zeta potensial -29,08 sampai -
33,29 mV. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa suhu ekstrim (4°C dan
40°C) dapat menurunkan kestabilan fisik sistem fitosom dimulai pada minggu ke
2 hingga minggu ke 4 penyimpanan.
Kata kunci: Bawang putih, fitosom, Response Surface Methodology (RSM),
stabilitas fisik
Fitosom sebagai sistem penghantar obat dengan kandungan Alisin pada bawang
putih (Allium sativum L. ) dapat menurunkan kadar glukosa darah. Alisin
diharapkan dapat terlindungi dari oksidasi dan degradasi sehingga sifat protektif
akan tetap utuh hingga bahan aktif dapat dihantarkan pada target organ.
Bertujuan untuk melihat hubungan antara suhu penyimpanan dan lamanya waktu
penyimpanan terhadap kestabilan fisik sistem fitosom ekstrak bawang putih
(Allium sativum L). Pengujian kestabilan fisik pada sistem fitosom optimal
dengan CCD Response Surface Methodology (RSM) disimpan pada tiga suhu
yang berbeda, yaitu suhu rendah (4°±2°C), suhu kamar (25°±2°C), dan suhu
tinggi (40°±2°C) selama 4 minggu. Pengujian yang dilakukan yaitu organoleptis,
pH, bobot jenis, ukuran partikel, nilai indeks polidispersitas (PdI), dan zeta
potensial. Hasil pengukuran kestabilan fisik sistem fitosom optimal nilai pH 5,5-
5,73; bobot jenis 1,00370-1,00574 g/mL; ukuran partikel 214,3-358,60 nm; PdI
kategori polidispers dalam rentang 0,458-0,571; zeta potensial -29,08 sampai -
33,29 mV. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa suhu ekstrim (4°C dan
40°C) dapat menurunkan kestabilan fisik sistem fitosom dimulai pada minggu ke
2 hingga minggu ke 4 penyimpanan.
Kata kunci: Bawang putih, fitosom, Response Surface Methodology (RSM),
stabilitas fisik
Ekstrak bawang bombay mengandung quarsetin yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi. Absorbsi ekstrak bawang bombay dapat ditingkatkan dengan dibuat
dalam bentuk sistem penghantaran obat nanopartikel. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi kitosan terhadap laju difusi
nanopartikel ekstrak etanol 96% bawang bombay (Allium cepa L.). Pembuatan
nanopartikel ekstrak etanol 96% bawang bombay menggunakan metode gelasi
ionik dengan variasi konsentrasi kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% sebagai
polimer dan natrium tripolifosfat 0,1% sebagai croslinker. Setiap formula
dievaluasi meliputi organoleptis, pengukuran ukuran partikel, zeta potensial,
indeks polidispersi, efisiensi penjerapan, bobot jenis dan uji difusi. Hasil evaluasi
nanopartikel F1-F4 menunjukkan nanopartikel berbentuk cair,berwarna kuning
jernih dengan nilai rata-rata ukuran partikel 199,89 nm, 257 nm, 347,4 nm,
514,97 nm, zetaa potensial 47,73mV, 51,36mV, 49,53mV, 48,80mV, indeks
polidispersitas 0,57, nilai rata-rata efiensi penjerapan 59,06%, 55,62%, 54,78%,
55,64%, bobot jenis 1,012 g/ml, 1,018 g/ml, 1,033 g/ml, 1,042 g/ml dan laju
difusi pada masing-masing formula mengikuti kinetic pelepasan obat Higuchi.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan
konsentrasi kitosan dapat menurunkan laju difusi nanopartikel ekstrak etanol 96%
bawang bombay (Allium cepa L).
Kata kunci: bawang bombay, nanopartikel, kitosan, gelasi ionik, laju difusi
Fitosom dengan ukuran nano memiliki kecendrungan membentuk agregat.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan memformulasikan sistem fitosom dalam
bentuk sediaan gel. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh peningkatan
konsentrasi carbopol 940 terhadap laju difusi gel fitosom ekstrak bawang putih.
Konsentrasi carbopol 940 yang digunakan adalah 0,5%; 0,75%; dan 1%.
Karakteristik gel fitosom yang diuji meliputi organoleptis, homogenitas, pH, sifat
alir, ukuran partikel, zeta potensial, %PDI (Polidispersi Indeks), penetapan kadar
dan laju difusi. Hasil uji organoleptis pada ketiga formula memiliki bentuk
semisolid, bau khas, dan berwarna kuning transparan. Hasil evaluasi menunjukkan
fitosom memiliki pH 6,5 dengan homogenitas seragam; ukuran partikel 127,6
sampai 197,1 nm; zeta potensial -46,7 sampai -51,37 mV; dan %PDI 39,8% sampai
57,1%. Sifat alir pada ketiga formula menunjukkan thiksotropik plastis dengan
kadar allisin 0,1323% sampai 0,1374%. Laju difusi F1, F2, dan F3 memiliki
perbedaan bermakna. Peningkatan konsentrasi carbopol 940 dapat menurunkan laju
difusi gel fitosom ekstrak bawang putih.
Kata Kunci : Carbopol 940, Laju Difusi, Fitosom, Ekstrak Bawang Putih
Pektin kulit jeruk bali dapat berfungsi sebagai superdisintegrant karena bersifat
hidrofilik, memiliki kadar metoksil tinggi dan memiliki afinitas yang besar
terhadap air sehingga di harapkan dapat mempercepat waktu hancur edible film.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi pektin
kulit jeruk bali terhadap karakteristik edible film yang dihasilkan. Pelaksanaan
penelitian ini diawali dengan ekstraksi dan evaluasi pektin kulit jeruk bali,
kemudian pembuatan edible film dekstrometorphan hidrobromida menggunakan
pektin kulit jeruk bali sebagai superdisintegrant dalam 5 formula dengan variasi
konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% dan masing-masing formula dilakukan
evaluasi meliputi organoleptis, keseragaman bobot, ketebalan, tensile strength,
elongasi, pH, waktu hancur, penetapan kadar dan keseragaman kandungan. Hasil
karakteristik edible film yaitu memiliki waktu hancur rata-rata 48,5 – 59 detik,
nilai tensile strength 20,5882 – 32,4744 kg/cm2
dan persen elongasi 38,8 – 44%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi
pektin kulit jeruk bali yang digunakan maka akan mempercepat waktu hancur dan
meningkatkan persen elongasi dan menurunkan nilai tensile strength.
Kata Kunci : Edible Film, Pektin Kulit Jeruk Bali, Superdisintegrant
Citrus maxima pectin has a function to serve as a superdisintegrant due to its hydrophilicity, its high methoxyl content, and its great affinity for water. It allows the acceleration of the disintegration time of the orodispersible film. This study aims to determine the superdisintegration effect of Citrus maxima pectin on orodispersible film characteristics. Initially, Citrus maxima pectins were extracted and evaluated for organoleptic properties, qualitative tests, loss on drying, ash content, equivalent weight, and methoxyl content. Orodispersible film of dextromethorphan hydrobromide was formulated in 5 formulas with varying concentrations of 2%, 4%, 6%, 8%, and 10%. The films were evaluated for their organoleptic properties, uniformity of weight, thickness, tensile strength, elongation, pH, disintegration time, determination of content, and drug uniformity. The pectin from Citrus maxima has been successfully extracted to produce high purity and to include the type of HMP. Orodispersible film DH has been made and has met compendial standard parameters as they showed to have disintegration time of 48.5-59 seconds, a tensile strength of 20.59-32.45 kg/cm2, and elongation of 38.8-44%. The results showed that the increasing concentration of Citrus maxima pectin will accelerate the disintegration time, increase the elongation, and decrease the tensile strength.
Nitroglycerin is a drug of choice in the treatment of angina pectoris. Commonly used as buccal, sublingual
and injection. Sublingual treatment cause discomfort and sensation burning on its use. In this research used
forms microemulsion transdermal. Transdermal offers a way alternatives for the delivery of nitroglycerin
without passing through the intestines, so it is more convenient and safe for long term use. Microemulsion is
expected to increase the penetration of the drug because contains high concentrations of surfactants. This
research aims to determine the effect of the active agent nitroglycerin into microemulsion system and see its
physical stability and to obtain the best formulation. Used three variations of the concentration of tween 80,
there is 40%, 42.5% and 45%. Stability testing of physical properties during 8 weeks. From the results of
evaluation data showed that Formula 2 is the best formula with the result, among others, as The following pH
of 5.69 ± 0.01, the viscosity of 1480.26 ± 2.83 Cps, Specific Gravity of 1.0723 ± 0.00011 g / mL, Surface
Tension of 38.52 ± 0.037 dyne / cm and particle size of 77.95 nm.
Keywords: Tween 80, Mikroemulsi, Nitroglycerine, Transdermal
Curcumin had a low bioavailability, to improve it than curcumin was encapsulated in the PAMAM dendrimer conjugated PEG. To facilitate topical use, curcumin dendrimer was combined with a carbomer 940 that can produce hydration conditions in the stratum corneum so as to increase the bioavailability of curcumin. This study aimed to obtain the ratio between curcumin with dendrimer of PAMAM G4: PEG in the formation of curcumin dendrimer combined in the base of carbomer 940 to produce the optimal of physical characteristics of dendrimer and physical stability of gel. The study was conducted by conjugating PAMAM G4 with PEG with a ratio of 1:5, and then encapsulated curcumin in dendrimer with a ratio of 1:0.2 (F1); 1:0.02 (F2) and 1:0.002 (F3). Further dendrimers that have encapsulated curcumin were formulated in a gel with a carbopol base 940. The physical characteristics of the gel tested were polydispersity index, zeta potential and particle size, organoleptic, flow properties, and pH at weeks 0, 2, 4 and 6. The results shows that F1 has zeta potential highest and the lowest viscosity of the other formula, while F3 has the lowest potential zeta and highest viscosity of other formulas. In addition, the polydispersity index, particle size, organoleptic, flow properties and pH; there are not a significant difference in each formula, but the particle size, zeta potential, and viscosity of gel can decrease with longer storage time. Conclusion of this study that the ratio between curcumin and dendrimer PAMAM G4:PEG of 1: 0.2 shows the optimal of physical characteristics of dendrimer and physical stability of gel.
Noni fruits contain scopoletin. It known as inhibiting agent for Pityrosporum ovale
growing, the dandruff floral factor. To get the optimum effect, the 96% ethanol extract
of noni fruit (Morinda citrifolia.L) formulated into scalp lotion with cetostearyl
alcohol as a thickening agent. This research aimed at knowing the effect of
increasing cetostearyl alcohol concentration as thickening agent on physical stability
of the scalp lotion 96% ethanol extract of noni fruit. Firs step of research was made
noni fruit juice, followed by freeze drying process untill powder of noni juice formed.
Second step the powder was extracted by maceration method followed by vacuum
evavorated it to obtain viscous noni fruit extract. Scalp lotion made into 4 formulas
were: F1 (0.5%), F2 (1%), F3 (1.5%), F4 (2%). Each formula was evaluated every
week for 6 weeks in room temperature (± 25°C) for organoleptic, homogeneity,
emulsion type, pH, viscosity, density and separation phase test. The viscosity data
were analyzed by a theoretical approach and one-way ANOVA. Significant value
obtained of ANOVA p<0.05 means that there are significant differences in each
formula, so it followed by Tukey HSD test. Based on analyzed of all data, it can be
concluded that increasing concentrations of cetostearyl alcohol can increase the
physical stability of scalp noni fruit extract lotion.
Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, sehingga dapat menangkal radikal bebas. Agar lebih praktis dan efisien maka diformulasikan dalam bentuk hard molded lozenges. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan hard molded lozenges ekstrak bunga rosella dengan penambahan kombinasi corn syrup dan manitol dan mengamati pengaruhnya terhadap kualitas fisik sediaan. Kombinasi corn syrup dan manitol pada sediaan hard molded lozenges dilakukan dalam beberapa perbandingan, yaitu perbandingan 1:4, 1:5, 1:6, 1:7. Pengaruh penambahan corn syrup dan manitol pada sifat fisik hard molded lozenges yang meliputi organoleptis, tekstur (kekerasan dan kelengketan), kadar air, kadar abu, dan jumlah gula reduksi dianalisis. Diperoleh data hasil uji kekerasan pada masing-masing formula yaitu 1302,1 gf, 1523,9 gf, 2033,2 gf, dan 3038,1 gf. Data hasil uji kelengketan -198,3 gf, -138,7 gf, -121,2 gf, dan -73,9 gf. Dapat disimpulkan bahwa penambahan kombinasi corn syrup dan manitol dapat meningkatkan kekerasan dan menurunkan kelengketan sediaan.
Rosella calyxes (Hibiscus sabdariffa L.) have antioxidant activity. To be more practical and efficient in its use, it was formulated into hard molded lozenges. This study was aimed to formulate hard molded lozenges of rosella calyxes with the addition of a combination of corn syrup and mannitol and to evaluate the physical quality of the lozenges. The combination of corn syrup and mannitol are prepared in ratio of 1:4, 1:5, 1:6, and 1:7. The physical properties evaluation of the hard molded lozenges included organoleptic, texture (hardness and stickiness), moisture content, ash content, and the number of reducing sugar. The hardness of the lozenges in each formula were 1302.1 gf, 1523.9 gf, 2033.2 gf, and 3038.1 gf, respectively. The adhesiveness of the lozenges in each formula were -198.3 gf, -138.7 gf, -121.2 gf, and -73.9 gf, respectively. It can be concluded that the addition of combination of corn syrup and mannitol increased the hardness and decreased the adhesiveness of preparation.