The transdermal drug delivery system (TDDS) delivers meloxicam (MX) that can reduce the adverse effects of orally administered MX with a chemical enhancer. Solid dispersion of meloxicam is used to help increase its solubility. Chemical penetration enhancers interact with skin components to enhance drug molecule flux. This study examines how isopropyl myristate (IPM) and oleic acid (OA), as penetration enhancers, affect the characteristics of transdermal patches and MX diffusion in-vitro. Patches with IPM (1-10% b/b) or OA (5-20% b/b) were prepared, and their characteristics were compared with patches without enhancers. The patches' physical appearance, weight variance, thickness, folding endurance, and pH were all evaluated. For drug-carrier compatibility in the solid dispersion, FTIR investigations were carried out; the Franz diffusion cell was utilized to examine in- vitro diffusion characteristics. Patch characteristics obtained were weight variance of 482±2.78 to 541±1.49 mg; thickness 0.85±0.02 to 0.94±0.01 mm; drug content 99.1±1.2 to 99.7±0.6%; folding endurance >300; pH 5.22±0.02 to 5.45±0.02. The MX permeated from IPM-MX and OA-MX patches showed the highest flux, at 83.789 m/cm2h and 84.405 m/cm2h, respectively. The data suggest that OA can be applied as a penetration enhancer for transdermal administration of MX through matrix-type patches. The most effective enhancer was OA, which had an excellent diffusion flux of 84.405 g/cm2h, cumulative MX permeated of 720.50±1.93 g/cm2, and an enhancement ratio of 1.070 with negative lag time.
Turmeric Essential Oil (TEO) has an antioxidant and anti-inflammatory activity to be formulated in a topical dosage form. Nanoemulgels (Negs) development, based on varying concentrations of emulsifiers and gel formers, affects their characteristics and stability. This study focuses on optimizing TEO-loaded Negs based on physical and mechanical characterization, which have promising topical applications. Negs were created using the high-energy approach and optimized using Response Surface Methodology (RSM) and the Central-Composite Design (CCD) for the optimization of span-80/tween-80 (X1) and Carbopol® 980. (X2). Observed variable responses were particle size (PS) (Y1), polydispersity index (PDI) (Y2), zeta potential (ZP) (Y3), pH (Y4), spreadability (Y5), and adhesion time (AT) (Y6). Actual responses of Negs were compared with the CCD-RSM predictions to validate the model. In addition, other physical evaluations were observed, such as organoleptic observations, homogeneity, freeze-thaw tests, viscosity, and flow properties. Optimized TEO-loaded Negs were made with 8.68% span-80/tween-80 and 1.18% Carbopol® 980. The evaluation results showed the optimal TEO-loaded Negs on nano-metric size (182.3 ± 5.5 nm) with low PDI (0.242 ± 0.003), good ZP (-57.23 ± 2.91 mV), pH (4.51 ± 0.02), spreadability (6.0 ± 0.2 cm), and AT (6.45 ± 0.19 s). TEO-loaded Negs have an excellent appearance and did not run phase separation at extreme temperature storage with pseudoplastic thixotropy flow. Thus, the developed TEO-loaded Negs can be a potential delivery system and a promising suitable approach for topical preparations.
Surfaktan merupakan komponen yang mempengaruhi karakteristik niosom.
Kombinasi surfaktan akan menghasilkan niosom yang lebih baik dibandingkan
pemakaian surfaktan lipofilik tunggal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh nilai HLB kombinasi surfaktan Tween 60 dan Span 60
terhadap stabilitas fisik niosom Glukosamin HCl. Niosom dibuat menggunakan
metode hidrasi lapis tipis dengan variasi nilai HLB 4,7 (F1), 6,15 (F2), 6,74 (F3),
dan 8,1 (F4). Pengujian stabilitas dilakukan pada suhu 4oC dan 40oC selama 8
minggu yang meliputi uji organoleptis, pH, bobot jenis, zeta potensial, ukuran
partikel, % PDI. Pada sistem niosom juga dilakukan pengujian morfologi dan
efisiensi penjerapan. Niosom yang dihasilkan merupakan sistem dengan partikel
berbentuk bulat dengan nilai efisiensi penjerapan 57,215 % (F1), 62,133 % (F2),
65,850 % (F3), dan 69,571 % (F4). Pada penyimpan suhu 4oC, niosom yang
dihasilkan berbentuk suspensi berwarna putih yang homogen, sedangkan pada
penyimpanan suhu 40oC, niosom mengalami perubahan warna menjadi coklat.
Rata-rata ukuran partikel niosom adalah 271,83 – 631,85 nm dengan zeta potensial
(-)36,67 – (-)63,94 mV, PDI 0,000,00 - 0,510,06 dan bobot jenis 1,006 – 1,045
g/mL. Variasi HLB kombinasi tween 60 dan span 60 tidak mempengaruhi stabilitas
fisik niosom pada penyimpanan suhu 4
oC dan 40oC.
Kata Kunci : Niosom, Tween 60, Stabilitas Fisik, Glukosamin HCl
Senyawa antosianin yang terkandung pada ekstrak bekatul padi ketan merah
(Oryza sativa L.var. glutinosa) memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat
dimanfaatkan dalam sediaan masker peel off. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap sifat fisik dan aktivitas
antioksidan pada sediaan masker gel peel off. Pada penelitian ini masker peel off
ekstrak bekatul padi ketan merah dibuat dengan variasi konsentrasi ekstrak 0%
(F1), 2,5% (F2), 5% (F3), 7,5% (F4) dan 10% (F5) sebagai zat aktif. Masker peel
off yang dihasilkan merupakan sediaan semi padat berwarna coklat yang homogen
dengan pH 4,9 – 6,09, waktu mengering 15 menit, daya lekat 5 – 6 detik, daya
sebar 5,1 – 5,58 cm, tensile strength 13,51 – 40,88 kg/cm, elongasi 190 – 400%,
nilai viskositas 6500 – 20100 cps. Peningkatan konsentrasi ekstrak bekatul padi
ketan merah (Oryza sativa L. var. glutinosa) tidak berpengaruh (p<0,05) terhadap
sifat fisik dan aktivitas antioksidan sediaan masker peel off. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak semakin tinggi aktivitas antioksidan sediaan masker peel off
ekstrak bekatul padi ketan merah dengan nilai IC50 tertinggi pada F5 (10%)
sebesar 12,29%.
Kata Kunci: Bekatul Padi Ketan Merah, Peel Off, Sifat Fisik, Aktivitas
Antioksidan.
Masker peel-off merupakan salah satu jenis masker wajah yang memiliki
keunggulan dalam penggunaannya yaitu mudah untuk dibersihkan karena
membentuk lapisan tipis elastis yang dapat dikelupas. Bekatul ketan merah (Oryza
sativa L.var. glutinosa) yang memiliki aktivitas antioksidan, dapat dibuat masker
peel-off menggunakan gelatin sebagai gelling agent. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh variasi konsentrasi gelatin terhadap stabilitas fisik masker
peel-off selama masa penyimpanan. Masker peel-off dibuat dengan variasi
konsentrasi gelatin 0% (F1), 10% (F2), 12,5% (F3) dan 15% (F4). Uji stabilitas
sediaan dilakukan pada suhu ruang (27oC) dan diamati sifat fisiknya selama 4
minggu, meliputi evaluasi uji organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji
daya sebar, uji daya lekat, uji pH dan uji waktu mengering minggu. Masker peeloff yang dihasilkan berupa sediaan semipadat berupa gel berwarna kecokelatan
dengan nilai viskositas 23017 hingga 276000, daya sebar dalam rentang 4,12-6,37
cm, daya lekat rentang 7-25 detik, pH rentang 4,63-5,92 dan waktu mengering
direntang 10-26 menit. Kesimpulan variasi konsentrasi gelatin mempengaruhi
stabilitas fisik sediaan masker peel-off ekstrak bekatul ketan merah (p < 0,05).
Kata kunci : Bekatul Ketan Merah, Masker peel-off, Gelatin, Uji Stabilitas.
Bekatul padi ketan merah (Oryza sativa L. var. glutinosa) merupakan hasil
samping proses penggilingan padi yang berkhasiat sebagai antioksidan.
Pemanfaatan ekstrak bekatul padi ketan merah sebagai antioksidan dapat
ditingkatkan dengan memformulasikannya kedalam bentuk sediaan masker clay.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui sifat fisik dan aktivitas antioksidan pada
sediaan masker clay ekstrak bekatul padi ketan merah (Oryza sativa L. var.
glutinosa). Sediaan dibuat dalam 5 formula dengan variasi konsentrasi ekstrak
yaitu F1 (0%), F2 (2,5%), F3 (5%), F4 (7,5%), dan F5 (10%). Hasil analisa
pegujian pH 4,7 - 6, daya sebar 4 - 2 cm, daya lekat 6 - 7 detik, waktu mengering
15 – 12 menit, dan viskositas 123333 – 283666 cps. Hasil analisis statistika one
way ANOVA menunjukkan variasi konsentasi ekstrak mempengaruhi sifat fisik
(p<0,05) dan aktivitas antioksidan (p<0,05) sediaan masker clay ekstrak bekatul
padi ketan merah. Formula terbaik ditujukkan pada F4 (ekstrak 7,5%) karena
memenuhi spesifikasi masker clay yaitu memiliki pH 5,8, daya sebar 3,3 cm, daya
lekat 7 detik, waktu mengering 13 menit, viskositas 247000 cps, serta aktivitas
antioksidan 23,643 ppm.
Kata Kunci: Bekatul Padi Ketan Merah, Masker Clay, Sifat Fisik, Aktivitas
Antioksidan.
Biji manjakani (Quercus infectoria Gall) dapat digunakan sebagai bahan aktif
pada sediaan sabun pembersih kewanitaan karena mengandung senyawa tanin (50-
70%) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans (C.
albicans). Sifat fisik sediaan sabun kewanitaan dipengaruhi oleh gelling agent,
yaitu tragakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi tragakan sebagai gelling agent terhadap stabilitas fisik sabun
pembersih kewanitaan gel ekstrak etanol 96% biji manjakani (Quercus infectoria
Gall). Sabun gel dibuat menjadi 4 formula, yang setiap formula memiliki
konsentrasi tragakan yang berbeda, yaitu F1 0,5%, F2 1%, F3 1,5% dan F4 2%.
Evaluasi sabun gel kewanitaan yang dilakukan, meliputi uji organoleptik, uji pH,
pengamatan homogenitas, uji tinggi busa, uji viskositas dan uji freeze thaw.
Sediaan sabun memiliki pH 4,083 - 4,124, tinggi busa 1,367 - 1,958 cm dan
viskositas 128 - 4652 Cps. Pada uji freeze thaw, F1 mengalami pemisahan fase
pada siklus ketiga. Peningkatan konsentrasi tragakan mempengaruhi (p < 0,05)
stabilitas fisik sediaan sabun gel selama masa penyimpanan. Formula 3
merupakan formula dengan stabilitas yang paling baik, karena mampu
mempertahankan viskositasnya selama masa penyimpanan.
Kata kunci: Tragakan, biji manjakani, sabun pembersih kewanitaan gel, stabilitas
fisik.
Antosianin merupakan kandungan pada ubi jalar ungu yang dapat berfungsi
sebagai pewarna alami namun memiliki masalah pada stabilitas. Permasalahan ini
dapat diatasi dengan kopigmentasi, Salah satu kopigmen yang dapat digunakan
adalah ekstrak apel pH 4,6. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan ekstrak ubi jalar ungu dan ekstrak apel sebagai pewarna alami pada
sediaan blush compact powder. Sediaan dibuat dalam 3 formula yang memiliki
variasi konsentrasi pewarna F1(10%), F2(15%), F3(20%), kemudian dilanjutkan
dengan evaluasi sifat fisik yang meliputi uji homogenitas, uji kekerasan, uji
kerapuhan, dan uji stabilitas warna. Hasil yang diperoleh adalah sediaan compact
powder yang memiliki warna merah keunguan yang homogen dengan nilai yield
value F1(487,03 dyne/cm²), F2(412,1026 dyne/cm²), F3(357,15 dyne/cm²) tidak
mengalami retak saat uji kerapuhan dan pada stabilitas warna formula 3
merupakan formula yang paling stabil, membuktikan bahwa pengaruh pengunaan
konsentrasi ekstrak ubi ungu dan ekstrak apel sebagai pigmen dan kopigmen
dapat menstabilkan antosianin pada ubi jalar ungu yang ditunjukkan berdasarkan
hasil analisa statistik pada F3 dengan nilai p> 0,05 dan tidak terdapat perbedaan
bermakna pada nilai absorbansi selama masa penyimpanan 28 hari.
Kata Kunci :Ekstrak ubi jalar ungu, Ekstrak apel, Compact Powder, Stabilitas
warna.
Minyak kunyit memiliki aktivitas antioksidan pada konsentrasi 5%. Aplikasi
minyak kunyit akan semakin mudah dan efisien dengan dibuat kedalam bentuk
sediaan salep. Penambahan enhancer pada formula salep akan meningkatkan
penetrasi dan menghasilkan salep dengan sifat fisik yang baik. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan propilenglikol sebagai enhancer
terhadap stabilitas fisik minyak kunyit. Salep minyak kunyit dibuat menggunakan
basis larut air dengan variasi konsentrasi enhancer propilenglikol (0%, 5%, 10%
dan 15%). Uji stabilitas fisik mencangkup penyimpanan selama 8 minggu pada
suhu ruang, uji stabilitas freeze-thaw dan uji sifat fisik salep. Evaluasi salep
meliputi pengamatan organoleptik, homogenitas, pH, daya sebar, data lekat, dan
viskositas. Hasil penelitian menunjukan nilai pH salep minyak kunyit adalah 5-6,
daya sebar 4-6 cm, daya lekat >4 detik, viskositas 150000-400000 (Cps). Pengujian
freeze-thaw menunjukkan tidak terjadi pemisahan fase. Peningkatan konsentrasi
enhancer mempengaruhi stabilitas fisik salep minyak kunyit, namun salep minyak
kunyit mampu mempertahankan sifat fisiknya memenuhi persyaratan selama
penyimpanan.
Kata kunci : Minyak kunyit, Salep, Propilenglikol, Stabiitas Fisik
Komponen minyak kunyit yang memiliki aktivitas antioksidan adalah kurkumin.
Pemanfaatan minyak kunyit sebagai antioksidan dapat di optimalkan dengan cara
memformulasikannya kedalam sediaan topikal, yaitu salep. Penetrasi bahan obat
dalam sediaan topikal dapat ditingkatkan dengan menambahkan komponen penetrasi
enhancer yaitu propilenglikol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penggunaan basis salep larut air dengan penambahan variasi enhancer
terhadap sifat fisik dan laju difusi salep minyak kunyit (Curcuma domestica Val.).
Sediaan salep dibuat sebanyak 4 formula melalui metode peleburan dengan variasi
konsentrasi enhancer yaitu 5%; 10%; 15% dan tanpa menggunakan enhancer (yaitu
F2, F3, F4 dan F1). Evaluasi salep meliputi pengujian organoleptis, uji pH, daya
sebar dan daya lekat. Hasil penelitian evaluasi karakteristik fisik salep menunjukan
semua formula memenuhi persyaratan dengan nilai pH 5,11 hingga 5,16, daya sebar
4,47 cm hingga 5,51 cm dan daya lekat 17,21detik hingga 5,08. Hasil pengujian
difusi menunjukkan ketiga formula mengikuti kinetika pelepasan orde Higuchi dan
F4 merupakan formula dengan laju difusi tertinggi dengan nilai laju difusi 0,3453%.
Semakin tinggi konsentrasi enhancer, laju difusi kurkumin menjadi lebih tinggi.
Kata Kunci : Salep, Minyak Kunyit (Curcuma domestica Val.), Propilenglikol, Laju
Difusi
Sustain release merupakan sediaan yang dirancang dapat melepaskan obat di
dalam tubuh secara bertahap, sehingga dapat mencapai efek terapeutik dan obat
dapat dilepaskan secara terus-menerus dalam periode waktu yang cukup lama.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan
Hidroksipropil Metilselulosa K15M yang dikombinasikan dengan Guar gum
sebagai penyalut lapis tipis granul terhadap jumlah kumulatif Teofilin yang
terdisolusi. Pada penelitian ini dibuat 3 formula uji, dengan perbandingan polimer
HPMC dan Guar gum 3:1 (F1), 4:1 (F2), dan 5:1 (F3). Tiap formula kemudian
dilakukan evaluasi, yakni uji disolusi. Hasil data uji disolusi didapatkan hasil F1
pada menit ke 15-360 rata-rata zat aktif terdisolusi 0,8001% - 99,1175%, F2 pada
menit ke 15-420 rata-rata zat aktif terdisolusi 0,4139% - 99,3643%, dan F3 pada
menit ke 15-480 rata-rata zat aktif terdisolusi 0,4182% - 99,7652%. Hasil analisis
data menggunakan uji ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% (α =
0,05) untuk uji disolusi nilai signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 menunjukkan bahwa
adanya perbedaan bermakna pada ketiga formula kemudian dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD yang menujukkan perbedaan bermakna antara ketiga formula. Hasil
analisa statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada hasil evaluasi
profil disolusi antar formula. Hasil ini membuktikan terdapat pengaruh
peningkatan konsentrasi HPMC K15M terhadap disolusi Teofilin. Semakin tinggi
konsentrasi HPMC, disolusi Teofilin semakin lambat.
Kata Kunci: Sustain Release, Teofilin, Hidroksipropil Metilselulosa K15M,
HPMC, Guar Gum, Penyalut Lapis Tipis, Kapsul Granul.
Salbutamol digunakan untuk pengobatan asma atau kondisi lain yang
berhubungan dengan penyumbatan saluran napas yang reversibel. Salbutamol
dimetabolisme melalui metabolisme lintas pertama di hati dan dinding usus. Oleh
sebab itu, salbutamol diformulasikan dalam bentuk sediaan fast dissolving film.
Sediaan fast dissolving film mengandung bahan superdisintegrant untuk mengatur
kecepatan waktu hancur pada film. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variasi konsentrasi pada crospovidone pada formula yang memenuhi
persyaratan secara farmasetika terhadap organoleptis, pH, ketebalan, waktu
hancur, disolusi, dan moisture uptake. Pada penelitian ini variasi konsentrasi
crospovidone sebagai superdisentegrant secara berurutan adalah F1(2%), F2(3%),
F3(4%), dan F4 (tanpa crospovidone). Pada uji organoleptis semua formula
menghasilkan karakteristik yang seragam, uji daya tahan lipat semua formula
>300 kali, uji keseragaman kandungan mendapatkan rata-rata 91,10-93,92% , uji
waktu hancur 62-103 detik, uji pH 6,35-6,53, uji ketebalan 0,0533-0,3433mm, uji
moisture uptake 10,82- 61,61%, uji disolusi didapatkan %kumulatif yang berbeda
yaitu pada F1-F3 terlihat peningkatan jumlah salbutamol yang terdisolusi terlihat
pada detik 40 sedangkan pada F4 terlihat pelepasan obat lambat dikarenakan tidak
menggunakan crospovidone. Pada hasil uji ANOVA waktu hancur mendapatkan
nilai sig 0,00<0,05 yang artinya ada perbedaan bermakna waktu hancur pada film
dengan variasi konsentrasi crospovidone. Uji lanjut Tukey menunjukkan
signifikansi perbedaan antar tiap formula. Analisis statistik teharhadap uji disolusi
mendapatkan hasil yang tidak homogen dan tidak normal sehingga dilanjutkan uji
Friedman sebagai uji alternatif. Disimpulkan bahwa penggunaan crospovidone
mempercepat waktu hancur dan disolusi pada film dibandingkan tanpa
menggunakan crospovidone.
Kata kunci: Fast Dissolving Sublingual Film, Crospovidone, Salbutamol Sulfat,
Disolusi, Sifat fisik
Minyak kunyit mempunyai aktivitas antioksidan yang berpotensi kuat terhadap
radikal bebas. Penggunaan minyak kunyit akan lebih praktis apabila diformulasikan
kedalam bentuk sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep dapat ditingkatkan
dengan menambahkan komponen peningkat penetrasi sehingga diharapkan dapat
berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan basis salep larut air dengan variasi konsentrasi propilenglikol
sebagai enhancer terhadap sifat fisik dan aktivitas antioksidan. Penggunaan variasi
konsentrasi propilenglikol sebagai enhancer pada penelitian ini 0%, 5%, 10%, 15%.
Evaluasi yang dilakukan pada sediaan salep meliputi organoleptik, daya sebar, daya
lekat, homogenitas dan pH. Hasil pengujian sifat fisik pada formula sediaan memenuhi
persyaratan dengan nilai daya sebar 4,36 cm-5,46 cm, daya lekat 17,09 detik-5,30 detik,
pengujian Ph 5,20–5,07 dan dilakukan uji statistik ANOVA satu arah untuk penggujian
aktivitas antioksidan mendapatkan nilai rata-rata IC50 pada minyak kunyit sebesar
13,9517 ppm dan pada hasil nilai rata-rata IC50 tiap formula 1,2,3 dan 4 yaitu 118,1570
ppm; 89,8116 ppm; 89,5496 ppm; 89,4052 ppm. Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa adanya peningkatan variasi konsentrasi propilenglikol sebagai enhancer dapat
berpengaruh terhadap sifat fisik dan aktivitas antioksidannya.
Kata kunci: Minyak kunyit, Sediaan Salep, enhancer, Propilenglikol, Aktivitas
Antioksidan
Karbamazepin adalah obat golongan anti konsulvan yang secara luas digunakan
untuk epilepsi obat utama dalam penanganan epilepsi. Karbamazepin
memiliki sifat kelarutan dalam air rendah dan memiliki permeabilitas
yang tinggi (BCS II). Obat-obatan yang tergolong ke dalam BCS kelas II ini,
bioavailabilitas obat dikendalikan oleh kecepatan pelepasan obat dari sediaan
oleh sebab itu, uji disolusi dapat dilakukan sebagai studi awal untuk menilai
ekivalensi produk uji terhadap produk inovator. Uji disolusi terbanding
dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari proses formulasi dan fabrikasi
terhadap profil disolusi dalam memperkirakan bioavailabilitas dan
bioekivalensi antara produk uji dan inovatornya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memastikan kemiripan kualitas dan mutu obat berdasarkan profil
disolusi obat generik dan inovator karbamazepin. Penelitian ini menggunakan
metode dayung menggunakan medium disolusi dapar asetat pH 4,5 dan dapar
fosfat pH 6,8 dengan kecepatan 75 rpm selama 60 menit. Instrumen yang
digunakan untuk mengetauhi kadar karbamazepin dalam media disolusi adalah
KCKUT pada panjang gelombang 285nm dengan fase gerak asetonitril:
aquadest (30 : 70) dan fase diam kolom C18. Hasil penelitian menunjukan
bahwa obat generik mempunyai profil disolusi yang sama atau sebanding
dengan innovator (F2 ≥ 50), dengan hasil faktor kemiripan untuk obat generik
pada dapar asetat pH 4,5 adalah 77,81% dan dapar fosfat pH 6,8 adalah 62,38%
Sehingga dapat disimpulkan obat generik ekivalen terhadap obat inovator.
Kata kunci: Karbamazepin, Disolusi Terbanding, Kromatografi Cair Kinerja
Ultra Tinggi (KCKUT).
Oral Dissolving Film (ODF) merupakan sediaan obat yang berbentuk seperti
perangko, padat dan tipis, bila ditempatkan diatas lidah akan langsung terhidrasi
oleh saliva sehingga sediaan segera larut dan hancur dalam beberapa detik.
Superdisintegrant berperan terhadap kecepatan hancur dan larut suatu sediaan
solid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi
penggunaan Crospovidone sebagai superdisintegrant terhadap sifat fisik dan
disolusi film salbutamol sulfat dengan konsentrasi masing-masing 2%, 3%, 4%
dan tanpa Crospovidone. Metode pembuatan menggunakan Solvent Casting
Method. Evaluasi sediaan film yang dilakukan meliputi uji organoleptik, uji
ketebalan, uji pH, uji daya lipat, uji waktu hancur, uji keseragaman kandungan
dan uji disolusi. Film yang dihasilkan berwarna kuning, transparan, dan tidak
lengket, nilai keberterimaan kandungan zat aktif salbutamol dalam film yaitu
2,90%, ketebalan film yaitu 0,03-0,04 mm, pH film yaitu 6,86-6,96, moisture
uptake film yaitu 5,9-16%, waktu hancur film yaitu 24-72 detik. Data waktu
hancur yang didapat yaitu tidak normal dan homogen, dilanjutkan dengan uji
statistik One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%(=0,05) mendapatkan
nilai sig 0,000<0,05 kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey yaitu mendapatkan
nilai sig 0,05 untuk semua formula. Dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi
Crospovidone mempengaruhi sifat fisik (ketebalan, elastisitas, kerapuhan, waktu
hancur) dan disolusi pada film salbutamol. Semakin tinggi konsentrasi
crospovidone maka semakin cepat waktu hancur film.
Kata kunci : Oral Dissolving Film, Salbutamol Sulfat, Crospovidone, Sifat Fisik,
Disolusi.
Ubi jalar ungu dapat dijadikan alternatif pewarna alami karena kandungan
pigmen antosianin yang cukup tinggi. Penggunaan antosianin sebagai pewarna
dibatasi dengan sifatnya yang kurang stabil, sehingga perlu ditambahkan
kopigmen untuk meningkatkan stabilitas warnanya. Salah satu kopigmen yang
dapat digunakan adalah ekstrak apel pH 5. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak apel pH 5 sebagai kopigmen
terhadap sifat fisik dan stabilitas warna sediaan blush krim. Sediaan dibuat 3
formula dengan variasi konsentrasi ekstrak apel 0,31% (F1), 0,63% (F2) dan
1,26% (F3). Evaluasi yang dilakukan meliputi pengujian karakteristik fisik
krim yaitu, Pemeriksaan organoleptik, uji homogenitas, penentuan tipe krim,
uji pH, uji daya sebar, uji viskositas dan rheologi, uji pemisahan fase, uji
sentrifugasi dan uji stabilitas warna. Hasil penelitian evaluasi karakteristik
fisik krim menunjukan semua Formula memenuhi persyaratan dengan nilai
daya sebar 5,1 cm (F1), 5,4 cm (F2) dan 6,3 cm (F3), nilai viskositas 25233,33
cps (F1), 34366,67 cps (F2) dan 38566,67 cps (F3). Hasil uji stabilitas warna
konsentrasi ekstrak F3 dengan konsentrasi kopigmen 1,26% merupakan
formula dengan penurunan absorbansi yang paling lambat diantara semua
formula selama 28 hari masa pengamatan. berdasarkan Analisa statistik
didapatkan kesimpulan semua formula memenuhi persyaratan dan pada uji
stabilitas warna terdapat perbedaan bermakna nilai absorbansi antosianin pada
tiap formula yaitu F1, F2 dan F3 selama 28 hari pengamatan dan pada F3
merupakan formula yang memiliki stabilitas warna yang baik diantara semua
formula selama 28 hari masa pengamatan.
Kata kunci: Antosianin, ekstrak apel, krim, sifat fisik, blush, stabilitas warna.
Orally dissolving film (ODF) merupakan film yang ketika diletakkan dibawah lidah
akan terdisintegrasi serta melepaskan zat aktif secara cepat dengan bantuan saliva.
Komponen orally dissolving film (ODF) yang mempengaruhi pelepasan zat aktif
dari sediaan yaitu superdisintegrant salah satunya adalah sodium Starch glycolate
(SSG). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi
konsentrasi terhadap sifat fisik dan disolusi film. dengan konsentrasi 1%, 1,5%, 2%
diformulasikan dalam film yang dibuat dengan Solvent Casting Methode. Evaluasi
yang dilakukan meliputi organoleptis, uji pH, ketebalan film, ketahanan lipat,
moisture uptake, keseragaman kandungan, waktu hancur, dan uji disolusi. Film
yang dihasilkan berwarna kuning, sedikit kering, homogen, transparan, kadar zat
aktif salbutamol dalam film 95,9%-99,2%, ketebalan film 0,03-0,04 mm, pH film
6,9-7,18, kelembapan film 14%-23%, daya tahan lipat 110-765 kali, waktu hancur
film 26–72 detik. Data waktu hancur termasuk normal dan homogen sehingga
dilakukan uji ANOVA satu arah, hasil didapat nilai sig. 0,00>0,05 yang berarti ada
perbedaan bermakna waktu hancur pada film dengan variasi konsentrasi SSG. Uji
lanjut Tukey memperlihatkan signifikansi perbedaan antar tiap formula. Pada
pengujian statistik terhadap data disolusi hasil yang didapat dari uji normalitas dan
homogenitas tidak homogen hasil didapat nilai sig. 0,00<0,05 dan dilanjutkan
dengan uji Friedmen sebagai uji alternatif. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan
SSG mempercepat waktu hancur dan disolusi film salbutamol. Semakin tinggi
konsentrasi SSG maka waktu hancur semakin tinggi.
Kata kunci : Orally Dissolving Film, Sodium Starch Glycolate, Salbutamol Sulfat
Meloksikam memiliki efek samping gastrointestinal jika digunakan secara oral,
untuk mencegah efek tersebut maka dibuat patch transdermal. Patch transdermal
merupakan bentuk sediaan yang dapat menghantarkan obat melalui kulit. Sediaan
patch transdermal memiliki bahan tambahan yaitu peningkat penetrasi yang
berfungsi meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit. Asam oleat digunakan karena
memiliki keuntungan yaitu dapat melembutkan dan melembabkan kulit. Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh formulasi patch transdermal meloksikam yang
memiliki sifat fisik baik sesuai dengan persyaratan dan nilai difusi yang paling tinggi
dengan asam oleat sebagai peningkat penetrasi. Patch dibuat menjadi 4 formula, F1
tanpa peningkat penetrasi, F2 5%, F3 10% dan F4 20%. Patch transdermal dilakukan
uji fisik meliputi uji organoleptis, keseragaman bobot, pH, ketahanan lipat, moisture
content dan ketebalan, serta uji difusi menggunakan sel difusi Franz. Hasil uji sifat
fisik memenuhi persyaratan yang baik. Hasil difusi memiliki nilai tertinggi pada
formula 3 96.38% dan mengikuti kinetika pelepasan Higuchi dengan nilai k tertinggi
pada formula 3. Perbedaan konsentrasi asam oleat tidak mempengaruhi laju difusi
meloksikam dari sediaan patch transdermal (p < 0,05).
Kata kunci: Meloksikam, Asam oleat, Patch transdermal dan difusi.
Dengan mulai banyak muncul obat copy di Indonesia maka diperlukan penelitian
untuk membandingkan mutu obat inovator dengan obat copy. Penelitian ini
dilaksanakan untuk mengetahui apakah obat generik atorvastatin yang beredar
dipasaran ekivalen secara in vitro terhadap inovatornya. Uji disolusi terbanding
tablet atorvastatin menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi
(KCKUT) dilakukan menggunakan 2 medium disolusi yang berbeda yaitu pH 4,5;
dan pH 6,8 masing-masing sebanyak 900 ml dengan suhu 37 ± 0,5 °C. Uji
disolusi menggunakan 12 tablet dari masing-masing sampel atorvastatin inovator
dan generik. Berdasarkan hasil penelitian uji disolusi terbanding antara obat
atorvastatin generik dengan obat atorvastatin inovator, nilai f1 dan f2 pada kedua
media dapar tidak memenuhi kriteria. Pada media dapar asetat pH 4,5 nilai f1
yang didapat 41,44 % dan f2 13,65 %, sedangkan pada dapar fosfat pH 6,8
didapat nilai f1 19,91 % dan f2 27,66 %. Berdasarkan hasil analisis yang didapat
tidak memenuhi persyaratan yaitu f1 ≤ 15 dan f2 ≥ 50.
Kata kunci: Atorvastatin; Disolusi Terbanding; Kromatografi Cair Kinerja Ultra
Tinggi (KCKUT).
Kurkumin memiliki aktivitas anti inflamasi pada konsentrasi 2%, namun
memiliki bioavailabilitas rendah, kelarutan dan penetrasi yang buruk. Kurkumin
dibuat kedalam sistem transethosome agar penetrasi dikulit lebih baik, dan obat di
aplikasikan dalam sediaan gel supaya mudah diaplikasikan. Dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah dalam bentuk sediaan gel transethosome
mempengaruhi aktivitas antiinflamasi yang di aplikasikan pada tikus putih jantan. Gel
dibuat dalam 3 formula dimana masing-masing gel mengandung 10 mg kurkumin
(F1), 40 mg kurkumin (F2) dan 160 mg kurkumin (F3). Evaluasi yang dilakukan
meliputi penentuan nilai zeta potensial, Ukuran partikel, Efesiensi Penjerapan,
Organoleptis, pH, Viskositas dan uji aktivitas antiinflamasi. Pada pengujian aktivitas
antiinflamasi, hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kontrol negatif (basis gel),
kontrol positif (gel kurkumin dan 3 kelompok kontrol uji gel transethosome F1, F2
dan F3. Hewan di induksi dengan karagenan 1%, dan di uji menggunakan alat
Pletysmometer setiap 60 menit selama 4.5 jam. Hasil penelitian yang diperoleh pH
4,84; 4,75; 4,84; ukuran partikel 263.1±29,3 nm; 319.4±71.5 nm; 208.3±6.9 nm; Zeta
Potensial -45.12±5.36 mV; -51.12±3.24 mV; -40.03±3.73 mV; viskositas 31173±244
cPs; 32800±288 cPs ;33626±46.2 cPs. Dari hasil ANOVA, menyatakan kelompok uji
gel transethosome kurkumin formula 1, 2, dan 3 memiliki perbedaan bermakna
dengan kontrol negatif (P<0,05). Gel yang memiliki aktivitas antiinflamasi paling
tinggi adalah gel yang mengandung Transethosome 4 g setara dengan 160 mg
kurkumin.
Kata Kunci: Kurkumin, Transethosome, Gel, Antiinflamasi.
Cat kuku peel off merupakan suatu sediaan semisolid yang dapat dikelupas
tanpa memerlukan penghapus cat kuku dan dapat diaplikasikan ke kuku tanpa
membuat kuku kuning atau rusak. Salah satu komponen yang mempengaruhi
karakteristik sediaan cat kuku peel off adalah pembentuk film. Pada penelitian ini
digunakan poloxamer 407 sebagai pembentuk film dan dilihat pengaruhnya
terhadap karakteristik sediaan dengan konsentrasi 12,5%, 15% dan 17,5%,
kemudian dilakukan evaluasi dengan uji organoleptis, homogenitas, viskositas,
sifat alir, daya sebar, daya lekat, waktu mengering dan uji freeze thaw. Hasil uji
organoleptis dan homogenitas pada ketiga formula memiliki bentuk cairan kental,
bau khas cat kuku, berwarna ungu violet dan homogen, nilai viskositas ketiga
formula berada pada rentang 3000-10826 cPs dan sifat alir menunjukkan
tiksotropik plastis, hasil daya sebar 6,10-7,04 cm
2
, daya lekat 3,54-9,78 detik,
waktu mengering 29,50-50,16 menit dan hasil uji freeze thaw sediaan mengalami
pemisahan pada siklus kedua dengan suhu 45ᵒC. Data hasil evaluasi dianalisis
menggunakan ANOVA satu arah dan menunjukkan nilai signifikansi 0,000<0,05
sehingga menandakan adanya perbedaan bermakna pada tiap formula.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
poloxamer 407 semakin tinggi pula viskositas, daya lekat akan tetapi berbanding
terbalik dengan daya sebar yang rendah dan memiliki waktu mengering yang lebih
lama setelah dipoleskan pada kuku.
Kata kunci: Cat kuku, Peel off, Pembentuk film, Poloxamer 407, dan
Karakteristik film.
Cat kuku peel off merupakan salah satu varian dari pewarna kuku yang mudah
dibersihkan hanya dengan cara dikelupas. Bahan utama cat kuku peel off adalah
pembentuk lapisan film, salah satu pembentuk film yang dapat digunakan yaitu
eudragit rl 100. Pengaruh penggunaan eudragit RL 100 sebagai pembentuk film
pada sedian cat kuku peel off dibuat dengan 3 formula yaitu formula dengan
konsentrasi 10%, 12,5% dan 15%. Pada ketiga formula kemudian dilakukan
evaluasi fisik yang meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji
daya sebar, uji daya lekat, uji freeze thaw, waktu pengeringan, dan dianalisis
menggunakan metode one way anovadengan menunjukkan perbedaan yang
bermakna antar formula. Hasil viskositas ketiga formula 1100-1500 cPs dan sifat
alir menunjukan tiksotropik plastis, hasil daya sebar 7,8-8,4 cm, daya lekat 4,46-
8,8 detik, waktu mengering 31-56 menit, uji freeze thaw sediaan mengalami
pemisahan pada siklus pertama pada suhu 45⁰C dan sediaan yangdihasilkan
homogen, tidak terdapat butiran kasar, berwarna merah dan berbau seperti aseton.
hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi eudragit RL 100
maka semakin tinggi viskositas, daya lekat akan tetapi berbanding terbalik dengan
daya sebar yang rendah dan waktu mengering yang kurang baik. Perbedaan
konsentrasi eudragit RL 100 memberikan perbedaan yang bermakna (p < 0.05)
antar formula pada hasil uji daya sebar, daya lekat dan waktu pengeringan.
Kata kunci: Cat kuku, Peel Off, Eudragit RL 100, one way ANOVA
Meloksikam adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang memiliki kelarutan rendah
sehingga meloksikam dibuat dalam bentuk dispersi padat dengan PEG 6000
kemudian diformulasikan pada sediaan patch transdermal. Sediaan patch
transdermal memiliki hambatan dalam proses penetrasi obat melalui stratum
korneum sehingga diperlukan peningkat penetrasi, yaitu isopropil miristat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi isopropil
miristat terhadap sifat fisik dan difusi meloksikam. Patch transdermal dibuat
menjadi empat formula dengan masing-masing konsentrasi isopropil miristat
sebesar 0%, 1%, 5%, dan 10%. Tiap formula diuji sifat fisiknya, antara lain
organoleptis, keseragaman bobot, ketahanan lipat, ketebalan, moisture content,
dan pH serta uji difusi yang kemudian dianalisis dengan ANOVA. Pada uji sifat
fisik semua formula telah memenuhi persyaratan. Pada uji difusi didapatkan hasil
persen terdifusi antara 80,66 - 95,56% dan nilai laju difusi antara 0,023 - 0,0236
dengan keseluruhan formula mengikuti model kinetika Higuchi. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan konsentrasi isopropil miristat dapat memengaruhi dan
meningkatkan persen terdifusi serta nilai laju difusi meloksikam (p<0.05) di mana
formula 3 memiliki persen terdifusi paling tinggi sebesar 95,56% ± 0,50 dan nilai
laju difusi paling tinggi sebesar 0,0236.
Kata Kunci: Meloksikam, Dispersi Padat, Patch, Isopropil Miristat, Difusi
Penggunaan dan efektivitas minyak kunyit dapat ditingkatkan dengan
memformulasikan minyak kunyit kedalam bentuk sediaan nanoemulgel.
Berdasarkan nilai IC50 minyak kunyit memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi
dibandingkan dengan kurkumin dan ekstrak etanol. Gelling agent dan surfaktan
merupakan komponen yang mempengaruhi sifat fisik dan aktivitas antioksidan
dari sediaan nanoemulgel. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
konsentrasi optimal HPMC dan Tween 80-Span 80 dengan respon ukuran
partikel, PDI, dan zeta potensial serta uji aktivitas antioksidan nanoemulgel
minyak kunyit menggunakan RSM. Optimasi dilakukan menggunakan Response
Surface Methodology (RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD)
dan diperoleh 14 formula rancangan percobaan. Berdasarkan hasil evaluasi dari 14
formula didapatkan range ukuran partikel 145,9 - 452,7 nm, PDI 0,237 - 0,571,
zeta potensial -6,54 - -26,69 mV dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
117,87 - 159,23 ppm. Hasil evaluasi nanoemulgel formula optimal didapatkan
nilai ukuran partikel 140,4 nm, PDI 0,399, zeta potensial -16,39 mV dan IC50
118,98 ppm. Berdasarkan analisis RSM konsentrasi HPMC dan Tween 80-Span
80 yang optimal dalam pembuatan nanoemulgel minyak kunyit adalah 5,82% dan
10%. Penggunaan HPMC dan Tween 80-Span 80 dapat mempengaruhi ukuran
partikel, PDI, zeta potensial dan IC50 nanoemulgel minyak kunyit.
Kata Kunci: Nanoemulgel, Minyak Kunyit, HPMC, Tween 80-Span 80, Aktivitas
Antioksidan
Minyak kunyit mempunyai khasiat sebagai antioksidan yang tinggi sehingga
dapat diformulasikan sebagai zat aktif dalam sediaan nanoemulgel. Gelling agent
dan surfaktan merupakan komponen pembentuk nanoemulgel yang dapat
mempengaruhi sifat fisik sediaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh Carbopol 980 dan Span 80 – Tween 80 terhadap sifat fisik
dan aktivitas antioksidan nanoemulgel minyak kunyit dan untuk mendapatkan
formula yang optimal. Optimasi dilakukan menggunakan Response Surface
Methodology (RSM) diatur oleh Central Composite Design (CCD) diperoleh 14
formula rancangan percobaan. Berdasarkan hasil evaluasi dari 14 formula
didapatkan range ukuran partikel sebesar 197,8 – 446,5 nm, polidispersi indeks
sebesar 0 – 0,571, zeta potensial sebesar -21,78 – -50,48 mV, dan IC50 sebesar
102,96 – 170,50 μm/ml. Selanjutnya masing-masing respon dianalisis dan
diperoleh nilai konsentrasi optimal Carbopol 980 1,14% dan Span 80 – Tween 80
5,13 %, dengan nilai ukuran partikel sebesar 178.8 nm, polidispersi indeks sebesar
0,430, zeta potensial sebesar –26,29 mV dan IC50 sebesar 124,79 μm/ml.
Penggunaan variasi Carbopol 980 dan Span 80 – Tween 80 dapat mempengaruhi
ukuran partikel, polidispersi indeks, zeta potensial, dan IC50 nanoemulgel minyak
kunyit.
Kata Kunci: Minyak kunyit, Nanoemulgel, Carbopol 980, Antioksidan.
Aktivitas antioksidan yang tinggi pada minyak kunyit dapat dimanfaatkan pada
produk perawatan kulit. Minyak kunyit akan diformulasikan sebagai zat aktif dalam
sediaan nanoemulgel. Gelling agent dan surfaktan merupakan komponen yang
dapat mempengaruhi sifat fisik nanoemulgel. Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah untuk mendapatkan konsentrasi Carbopol 980 dan kombinasi Span 80 -
Tween 80 yang optimal. Optimasi dilakukan dengan menggunakan rancangan
Central Composite Design (CCD) dari Response Surface Methodology (RSM) dan
diperoleh 14 formula. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan didapatkan nilai
rentang ukuran partikel 160,8 - 457 nm, PDI 0 - 0,571, zeta potensial 13,9 - 57,2
mV, pH 4,57 - 6,39, daya sebar 4,9 - 7 cm, dan daya lekat 4,22-7,08 detik. Hasil
evaluasi kemudian dianalisis sehingga diperoleh formula optimal dengan nilai
konsentrasi Span 80 - Tween 80 8,68% dan Carbopol 980 1,18%. Pada formula
yang optimal kemudian dilakukan evaluasi lanjutan dan diperoleh hasil ukuran
partikel 182,3 nm, PDI 0,242, zeta potensial 57,23 mV, pH 4,51, daya lekat 6,45
detik, daya sebar 6 cm dan viskositas 32240 cP dengan sifat alir plastis tiksotropik.
Kata kunci: Minyak kunyit, nanoemulgel, sifat fisik, RSM
Meloksikam merupakan obat Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs)
yang memiliki efek samping pada gastrointestinal sehingga diformulasikan
menjadi sediaan patch transdermal sebagai rute alternatif. Pada penelitian ini
meloksikam dibuat dispersi padat dengan PEG 6000 (1:8) untuk diformulasikan
menjadi patch transdermal dengan Natrium Lauril Sulfat sebagai peningkat
penetrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Natrium
Lauril Sulfat sebagai peningkat penetrasi terhadap sifat fisik dan difusi meloksikam
pada patch transdermal dispersi padat meloksikam. Patch terdiri dari 4 formula
dengan masing-masing konsentrasi Natrium Lauril Sulfat adalah 0%, 1%, 3% dan
5%. Setiap formula dilakukan uji sifat fisik meliputi organoleptis, pH, ketebalan,
keseragaman bobot, moisture content dan ketahanan lipat serta dilakukan uji difusi
menggunakan sel difusi Franz. Setiap formula pada uji difusi dianalisis
menggunakan ANOVA dua arah. Persentase meloksikam yang terdifusi masingmasing 80,6683%, 85,8091%, 90,7508%, 93,3322% dengan kinetika laju difusi
setiap formula mengikuti kinetika Higuchi. Kesimpulan pada penelitian ini adalah
Sifat fisik patch pada setiap formula memenuhi persyaratan pada literatur. Pada
formula 3 diperoleh persentase tertinggi meloksikam yang terdifusi yaitu 93,3322%
dan mengikuti kinetika laju difusi Higuchi.
Kata kunci : Meloksikam, Patch transdermal, PEG 6000, Natrium Lauril Sulfat,
Difusi
Daun tembakau merupakan tanaman yang kaya akan senyawa polifenol yang
memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan. Pada sediaan yang diberikan secara
topikal, terdapat hambatan penyerapan senyawa ke dalam kulit, maka diperlukan
sistem nanoemulsi untuk meningkatkan penetrasinya. Komponen nanoemulsi
yang berpengaruh terhadap penetrasi sistem adalah surfaktan. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh variasi konsentrasi tween 80 terhadap laju difusi
pada formulasi nanoemulsi ekstrak etanol daun tembakau. Sediaan dibuat dalam 3
formula yang memiliki variasi konsentrasi Tween 80 F1 (37,5%), F2 (40%) dan
F3 (42,5%). Kemudian dilakukan uji evaluasi sediaan untuk melihat sifat fisik
dari formula. Dilanjutkan pengujian laju difusi menggunakan alat difusi Franz
selama 8 jam. Nanoemulsi ekstrak etanol daun tembakau menghasilkan ukuran
partikel antara 13,2–14,9 nm, zeta potensial -22,97 sampai -24,20 mV dan indeks
polidispersi 0,217-0,252. Persentase rata-rata terdifusi F1, F2 dan F3 berturutturut pada menit ke-480 adalah 0,1964%, 0,2023 dan 0,2374%. Hasil
menunjukkan penggunaan Tween 80 dengan konsentrasi 42,5% (F3) memiliki
jumlah terdifusi dan laju difusi yang paling tinggi dibandingkan formula lainnya.
Kata Kunci: Daun Tembakau, Surfaktan, Nanoemulsi, Difusi
Tea tree oil memiliki khasiat sebagai antifungal pada konsentrasi 0,25% dan
penggunaannya akan lebih praktis dengan memformulasikan tea tree oil dalam
bentuk sediaan krim. Stiffening agent merupakan salah satu komponen yang dapat
mempengaruhi stabilitas fisik krim sehingga tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penggunaan setil alkohol sebagai stiffening agent
terhadap stabilitas fisik sediaan krim kuku tea tree oil. Sediaan krim dibuat dalam
3 formula dengan konsentrasi setil alkohol 5% (F1), 6% (F2) dan 7% (F3).
Evaluasi yang dilakukan adalah uji stabilitas fisik yang meliputi evaluasi
organoleptis, homogenitas, daya sebar, pH, viskositas dan sifat alir. Uji stabilitas
fisik dilakukan pada suhu 25˚C dan 40˚C selama 4 minggu. Hasil yang diperoleh
selama 4 minggu pengamatan pada F1, F2, F3 tidak mengalami perubahan
organoleptis dan homogenitas, terjadi penurunan nilai pH dan daya sebar.
Viskositas sediaan memiliki nilai yang berbeda antara F1, F2, F3 yaitu berkisar
antara 60000-90000 Cps dan memiliki sifat alir thiksotropik plastis. Hasil uji
menunjukan bahwa sediaan krim memiliki stabilitas yang baik pada evaluasi
organoleptis, homogenitas, daya sebar, pH, sifat alir dan pada evaluasi viskositas
menunjukan peningkatan konsentrasi setil alkohol dapat meningkatkan stabilitas
fisik sediaan krim kuku tea tree oil.
Kata kunci: Krim Kuku, Tea Tree Oil, Setil Alkohol, Stiffening Agent, Stabilitas
Fisik.
Tea tree oil memiliki efek sebagai antifungal pada konsentrasi 0,25%.Tea tree
oil akan diformulasikan dalam bentuk sediaan krim karena sediaan krim mudah
menyebar rata dan cara kerjanya langsung pada jaringan setempat. Tea tree oil
akan dibuat dalam sediaan krim. Stiffening agent merupakan salah satu
komponen yang dapat mempengaruhi stabilitas fisik sediaan krim. Cera alba
merupakan salah satu stiffening agent yang dapat digunakan dalam pembuatan
krim. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan cera alba
sebagai stiffening agent terhadap stabilitas fisik krim kuku tea tree oil. Sediaan
krim dibuat dalam 3 formula, dengan konsentrasi cera alba yang digunakan
adalah 5%; 6%; 7%. Evaluasi yang diuji meliputi organoleptis, homogenitas,
daya sebar, pH, viskositas, dan sifat alir. Dari hasil pengujian selama 4 minggu
pada suhu 25ºC dan 40ºC hasil uji organoleptis dan homogenitas tidak terjadi
perubahan pada ketiga formula memiliki bentuk semisolid, bau khas, berwarna
putih kekunigan. Dari hasil pengujian pH, viskositas, daya sebar mengalami
kenaikan. sedangkan pada pengujian sifat alir tetap menunjukan jenis aliran
thiksotropik plastis. Sediaan krim tea tree oil stabil selama 4 minggu
penyimpanan karena tidak terjadi pemisahan fase. Analisa statiska uji
viskositas, pH, dan daya sebar menggunakan metode statistik Two-way Anova,
dan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Hasil uji menunjukan bahwa sediaan
krim dapat mempertahankan stabilitas sediaan pada evaluasi organoleptis,
homogenitas, daya sebar, pH, sifat alir dan pada evaluasi viskositas
menunjukan peninkatan konsentrasi cera alba dapat meningkatkan stabilitas
sediaan krim kuku tea tree oil.
Kata kunci: Krim Kuku, Tea Tree Oil, Cera Alba, Stiffening Agent, Stabilitas
Fisik
Pati merupakan biopolimer alami yang digunakan sebagai bahan pembentuk film
dan trietil sitrat dapat berperan sebagai plasticizer dalam sediaan oral dissolving
film (ODF). Kelarutan pati dapat ditingkatkan dengan melakukan modifikasi pati
menggunakan enzim atau asam menjadi maltodextrin dengan sifat kelarutan yang
lebih baik. Cetirizin HCl digunakan sebagai obat anti alergi dengan dosis dewasa
rendah sebesar 10mg/hari dengan sediaan yang banyak tersedia berupa tablet dan
kapsul, sediaan ini sulit dikonsumsi pada pasien pediatrik, geriatrik maupun
pasien dengan kesulitan menelan sehingga diperlukan sediaan alternatif yaitu
ODF agar pasien tersebut dapat mengkonsumsi obat ini dengan mudah. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula optimal dari sediaan ODF
cetirizine HCl berbasis Maltodextrin-Sorgum sebagai film forming dan trietil sitrat
sebagai plasticizer dengan aplikasi RSM. Modifikasi pati dilakukan menggunakan
metode enzimatis dengan enzim alfa-amilase kemudian dilakukan karakterisasi
maltodextrin-sorgum dengan hasil uji dextrose ekuvalen sebesar 6, swelling power
sebesar 2,87, solubility sebesar 52,9% dan yield value sebesar 86,71%. Sediaan
ODF dibuat menjadi 14 formula dengan rentang nilai terhadap konsesntrasi
polimer sebesar 2,59 - 6% dan plasticizer sebesar 3 – 10% yang telah ditentukan
oleh Response Surface Methodology (RSM) dengan pola Central Composite
Design (CCD). Hasil penelitian diperoleh formula optimal pada konsentrasi yang
telah disarankan oleh RSM yaitu Maltodextrin-Sorgum sebesar 4,56% dan trietil
sitrat 10% dengan respon disintegration time 75,67 sec, elongasi 108,85%, dan
tensile strengh 1,39 Mpa sehingga film yang dihasilkan memenuhi syarat oral
dissolving film yang baik
Kata Kunci: Oral Dissolving Film, Maltodextrin-Sorgum, Trietil Sitrat,
Response Surface Methodology (RSM), Cetirizine HCl
Oral Dissolving Film (ODF) merupakan sediaan alternatif yang dapat mengatasi
permasalahan bagi pasien pediatri dan geriatri yang mengalami kesulitan menelan.
Komponen dalam sediaan ODF yang paling berpengaruh terhadap sifat fisik
sediaan film adalah pembentuk film dan plasticizer. Pati termodifikasi merupakan
contoh pembentuk film yang baik dan eksipien yang dapat digunakan sebagai
plasticizer dalam sediaan ODF yaitu gliserol. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan formula ODF yang optimal digunakan Response Surface
Methodology (RSM) dengan pola Central Composite Design (CCD). Polimer dan
plasticizer sebagai faktor dimasukan dalam rancangan CCD dengan rentang
masing-masing 2-6 % dan 3-10 % dilakukan pengujian terhadap respon berupa
tensile strenght, elongation dan desintegration time. Rancangan CCD
menghasilkan 14 percobaan, hasil rancangan kondisi optimal memiliki prediksi
dengan respon tensile strength 1,495 Mpa, hasil observasi 1,50 Mpa dengan
persentase error 0,33%. Hasil prediksi elongation 104 %, observasi menghasilkan
104,26% dan persentase error sebesar 0,33%. Prediksi pada disintegration time
selama 83 sec, hasil observasi memiliki waktu 82,95 sec dan persentase error
sebesar 0,06%. Hasil formula optimal yang didapatkan sesuai dengan prediksi
RSM yaitu maltodextrin-sorgum sebesar 3,56 % dan gliserol sebesar 10,00 %,
sehingga dapat dinyatakan sediaan ODF memenuhi syarat karakteristik
pembentuk film yang baik.
Kata Kunci: Cetirizine HCl, Gliserol, Maltodextrin-Sorgum, Oral Dissolving
Film, Response Surface Methodology (RSM).
Yoghurt umumnya memiliki bentuk emulsi atau cair, sehingga umur simpan
yoghurt relatif tidak lama. Permasalahan ini dapat di atasi dengan memodifikasi
bentuk sediaan menjadi sediaan granul. Untuk mendapatkan formula granul yang
optimal digunakan Response Surface Methodology (RSM) dengan rancangan
Central Composite Design (CCD). Suhu, Waktu pengeringan, dan konsentrasi
sukrosa sebagai pengikat dimasukkan dalam rancangan CCD dengan rentang
masing-masing 40-55⁰ⅽ, 12-48 jam, dan 2-20%. Penalitian ini telah diatur oleh CCD
menjadi 20 kali percobaan. Selanjutnya, dimasukkan 20 hasil uji komresibilitas,
waktu alir, sudut diam, dan viabilitas sebagai respon. Kemudian didapatkan
prediksi formula optimal dengan suhu pengeringan 47,42⁰C, waktu pengerinagn
30,05 jam, dan konsentrasi sukrosa 11,00% memberikan hasil respon
kompresibilitas sebesar 9,3171%, waktu alir 2,4762 detik, sudut diam 17,5985⁰, dan
viabilitas bakteri asam laktat (BAL) sebesar 1,41x107 CFU/g. Dari hasil formula
optimal dilakukan validasi didapatkan hasil yang sesuai dengan prediksi RSM,
sehingga dapat dinyatakan granul yoghurt memenuhi syarat fisik dan viabilitas
BAL.
Kata Kunci: Yoghurt, suhu, waktu, konsentrasi sukrosa, RSM
Kurkumin memiliki kelarutan rendah dalam air, serta cepat terdegradasi sekitar
16% pada pH 6 dan 23% pada pH 6.5 dalam waktu 2 jam pada suhu 37 ºC. Dalam
penelitian ini digunakan kombinasi span 60 dan tween 60 sebagai surfaktan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi span 60 dan tween
60 sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik transethosome kurkumin. Penelitian
ini dilakukan dengan memformulasikan kurkumin dalam transethosom
menggunakan kombinasi span 60 dan tween 60, 1 : 0; 1 : 1 ; 2: 1 ; dan 1 : 2
sedangkan perbandingan 0 : 1 tidak dilakukan karena pada orientasi terbentuk dua
lapisan. Pembuatan transethosome kurkumin menggunakan metode dingin.
Transethosome yang terbentuk kemudian diuji efisiensi penjerapan dan uji
stabilitas fisik selama 8 minggu meliputi organoleptis, viskositas, ukuran partikel,
potensial zeta dan pH. Hasil pengujian menunjukkan bahwa efisiensi penjerapan
transethosome kurkumin sebanyak ( 83% - 94% ), uji viskositas ( 64 -8243 Cp),
ukuran partikel ( 167 – 147 nm), PD Index ( 0.0 – 0.571), zeta potensial ((-32) – (-
64)) dan pH ( 5,95 – 6,53). Sehingga dapat disimpulkan penggunaan kombinasi
surfaktan span 60 dan tween 60 dapat meningkatkan stabilitas fisik transethosome
kurkumin.
Kata Kunci: kurkumin, tween 60, span 60, transethosome, stabilitas fisik
Permasalahan penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif dalam suatu bentuk
sediaan adalah rendahnya bioavailabilitas. Rendahnya bioavailabilitas disebabkan
karena ekstrak sulit berpenetrasi melalui membran biologis dan kemungkinan
ekstrak untuk terurai semakin besar sehingga diperlukan satu sistem
penghantaran, salah satunya adalah fitosom. Tujuan penelitian ini adalah
membandingkan laju difusi dan laju penguraian allisin dalam ekstrak dan fitosom
bawang putih. Ekstrak dan fitosom disimpan selama 8 minggu pada suhu 4oC,
25oC dan 40oC untuk stabilitas kimianya, kemudian dilanjutkan pengujian laju
difusi. Pengujian dilakukan menggunakan alat difusi franz termodifikasi selama
300 menit. Hasil laju penguraian allisin dalam ekstrak bawang putih pada suhu
4
0C ; 250C dan 400C adalah 0,2121 ; 0,2728 dan 0,4980 dan laju penguraian
allisin dalam fitosom bawang putih pada suhu 40C ; 250C dan 400C adalah 0,0191
; 0,0185 dan 0,0212. Untuk hasil laju difusi ekstrak adalah 0,429 dan laju difusi
fitosom adalah 15,149. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa laju
penguraian allisin dalam fitosom lebih lambat dibandingkan allisin dalam ekstrak
serta laju difusi allisin dalam fitosom lebih cepat dibandingkan allisin dalam
ekstrak.
Kata kunci: Ekstrak, Fitosom, Stabilitas Kimia, Laju Penguraian, Laju Difusi.
Khasiat ekstrak etanol 70 % daun bakung putih mempunyai aktivitas anti
bakteri terhadap propionibacterium acnes KBM pada konsentrasi 2,5 mg/ml.
Sediaan gel dipilih karena zat aktif dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol yang
dapat bercampur dengan air, efek dingin dikulit, tidak lengket, mudah dicuci
dengan air, tidak meninggalkan lapisan berminyak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan gelling agent terhadap sifat fisik sediaan gel
yang mengandung ekstrak etanol daun bakung putih. Pada penelitian ini
digunakan gelling agent HPMC dan carbomer 940 dengan konsentrasi masingmasing 1 %, 1,5%, dan 2%. Dilakukan pengujian sifat fisik sediaan gel yang
meliputi organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, uji sentrifugasi
dan cycling test. Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan metode
statistik ANOVA dua arah, dilanjutkan dengan uji Tukey Post Hoc untuk menilai
adanya perbedaan signifikan antar kelompok jenis gelling agent. Hasil uji
organoleptis, homogenitas, sentrifugasi dan cycling test menunjukkan hasil
sediaan stabil tidak terjadi perubahan atau sineresis. Hasil analisa statistik
ANOVA dua arah menunjukkan perbedaan jenis gelling agent dan konsentrasi
berpengaruh terhadap pH, viskositas, dan daya sebar sediaan gel. Dilanjutkan
dengan uji Tukey Post Hoc menunjukkan pengaruh jenis gelling agent dan
konsentrasi gelling agent memberikan pengaruh nilai pH, viskositas dan daya
sebar yang signifikan terhadap sediaan gel tersebut.
Kata Kunci : gel, daun bakung putih, HPMC, carbomer 940, gelling agent
Daun saga mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang mempunyai
efek sebagai antibakteri dan antijamur. Untuk mempermudah penggunaannya dan
menutupi rasa yang tidak enak daun saga dapat dibuat menjadi sediaan granul
effervescent. Sifat fisik dari granul effervescent dipengaruhi oleh komponen asam
dan basa. Sifat fisik granul effervescent dapat ditingkatkan dengan penggunaan
kombinasi asam sehingga penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi
mengenai pengaruh perbandingan asam sitrat dan asam tartrat terhadap sifat fisik
dan kecepatan melarut granul effervescent. Pada penelitian ini perbandingan asam
sitrat dan asam tartrat setiap formula F1(2:1), F2(1:1), F3(1:2) dengan konsentrasi
kombinasi asam sitrat dan asam tartrat 30%. Tiap formula dievaluasi meliputi uji
organoleptis, susut pengeringan, pH, sudut diam, waktu alir, distribusi ukuran
partikel dan waktu larut. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan one way
ANOVA (p < 0.05) kemudian dilanjutkan uji tukey. Hasil uji sudut diam diperoleh
dengan range 27.2065o
– 29.9835o
. Waktu alir diperoleh 6.29 detik – 9.59 detik.
Hasil Uji pH diperoleh 5.85 – 5.95. Hasil % LOD diperoleh 0.43% - 0.67%.
Kecepatan melarut dari 2 g granul diperoleh 2.38 menit – 3.95 menit. Dapat
disimpulkan bahwa perbandingan asam sitrat dan asam tartrat pada setiap formula
dapat mempengaruhi kecepatan melarut granul effervescent dan memenuhi
persyaratan mutu fisik granul effervescent.
Kata Kunci : Daun saga, granul effervescent, asam sitrat, asam tartrat
Ekstrak bawang bombay mengandung quarsetin yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi. Absorbsi ekstrak bawang bombay dapat ditingkatkan dengan dibuat
dalam bentuk sistem penghantaran obat nanopartikel. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi kitosan terhadap laju difusi
nanopartikel ekstrak etanol 96% bawang bombay (Allium cepa L.). Pembuatan
nanopartikel ekstrak etanol 96% bawang bombay menggunakan metode gelasi
ionik dengan variasi konsentrasi kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% sebagai
polimer dan natrium tripolifosfat 0,1% sebagai croslinker. Setiap formula
dievaluasi meliputi organoleptis, pengukuran ukuran partikel, zeta potensial,
indeks polidispersi, efisiensi penjerapan, bobot jenis dan uji difusi. Hasil evaluasi
nanopartikel F1-F4 menunjukkan nanopartikel berbentuk cair,berwarna kuning
jernih dengan nilai rata-rata ukuran partikel 199,89 nm, 257 nm, 347,4 nm,
514,97 nm, zetaa potensial 47,73mV, 51,36mV, 49,53mV, 48,80mV, indeks
polidispersitas 0,57, nilai rata-rata efiensi penjerapan 59,06%, 55,62%, 54,78%,
55,64%, bobot jenis 1,012 g/ml, 1,018 g/ml, 1,033 g/ml, 1,042 g/ml dan laju
difusi pada masing-masing formula mengikuti kinetic pelepasan obat Higuchi.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan
konsentrasi kitosan dapat menurunkan laju difusi nanopartikel ekstrak etanol 96%
bawang bombay (Allium cepa L).
Kata kunci: bawang bombay, nanopartikel, kitosan, gelasi ionik, laju difusi
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas
dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas. Ekstrak bekatul beras merah
yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan memiliki sifat
hidrofobik, sehingga pemanfaatan bekatul beras merah dapat dioptimalkan dengan
cara memformulasikannya dalam bentuk sediaan emulgel. Gelling agent
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan emulgel.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi
Carbopol 940 dan Na CMC sebagai gelling agent terhadap stabilitas fisik sediaan
emulgel. Emulgel dibuat menjadi 3 formula dengan menggunakan perbandingan
konsentrasi carbopol 940 dan na CMC yaitu F1 1:4, F2 1:5 dan F3 1:6. Uji
stabilitas fisik dilakukan pada suhu 25˚C selama 8 minggu. Parameter stabilitas
yang dilakukan yaitu organoleptik, homogenitas, penentuan pH, daya sebar,
viskositas, sifat alir, pemisahaan fase dan frezee thraw sebanyak 6 siklus. Profil
stabilitas fisika sediaan emulgel ekstrak bekatul beras merah pada suhu 25˚C
selama 8 minggu penyimpanan tidak mengalami perubahan organoleptik (warna
dan bau) serta homogenitas sediaan yang baik. Namun emulgel mengalami
perubahan bentuk, penurunan pH, penurunan viskositas namun hasil reogram
menunjukan sifat alir yang tetap tidak berubah yaitu plastis thiksotropik dan
terjadi peningkatan daya sebar. Secara keseluruhan emulgel ekstrak bekatul beras
merah stabil selama penyimpanan yang ditandai dengan tidak terjadinya
pemisahaan fase.
Kata kunci : Emulgel, Ekstrak Bekatul Beras Merah, Carbopol 940, Na CMC,
Stabilitas Fisik
Fitosom dengan ukuran nano memiliki kecendrungan membentuk agregat.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan memformulasikan sistem fitosom dalam
bentuk sediaan gel. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh peningkatan
konsentrasi carbopol 940 terhadap laju difusi gel fitosom ekstrak bawang putih.
Konsentrasi carbopol 940 yang digunakan adalah 0,5%; 0,75%; dan 1%.
Karakteristik gel fitosom yang diuji meliputi organoleptis, homogenitas, pH, sifat
alir, ukuran partikel, zeta potensial, %PDI (Polidispersi Indeks), penetapan kadar
dan laju difusi. Hasil uji organoleptis pada ketiga formula memiliki bentuk
semisolid, bau khas, dan berwarna kuning transparan. Hasil evaluasi menunjukkan
fitosom memiliki pH 6,5 dengan homogenitas seragam; ukuran partikel 127,6
sampai 197,1 nm; zeta potensial -46,7 sampai -51,37 mV; dan %PDI 39,8% sampai
57,1%. Sifat alir pada ketiga formula menunjukkan thiksotropik plastis dengan
kadar allisin 0,1323% sampai 0,1374%. Laju difusi F1, F2, dan F3 memiliki
perbedaan bermakna. Peningkatan konsentrasi carbopol 940 dapat menurunkan laju
difusi gel fitosom ekstrak bawang putih.
Kata Kunci : Carbopol 940, Laju Difusi, Fitosom, Ekstrak Bawang Putih
Faculty of Pharmacy and Science, University of Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta, Indonesia
Palm oil is one of the fatty oil can used as the oil phase in the microemulsion system. The purpose of this
research was to identify the effect of increasing concentration of combination of surfactant and cosurfactant on
the physical stability of palm oil microemulsion. This oil was formulated into microemulsion system by increas
ing concentration of combination of tween 80 and sorbitol (1:1) in various concentrations, which were 54%,
56%, 58% and 60% as surfactant and cosurfactant component. The evaluation included organoleptic, viscosity
test, pH, density, surface tension and particle size and zeta potential test. The pH showed in the range 5.8
to 6.4. Viscosity value obtained between 637.47 to 808.20 Cps. Density measurement were between 1.1123 to
1.1235 g/ml. The results of surface tension obtained between 39.76 to 43.07 dynes/cm. The results of particle
size measurement results obtained from 21.27 to 23.97 nm and the zeta potential between −10.28 to −18.03.
It can be concluded that the increasing of concentration of surfactant and cosurfactant can improve physical
stability of the microemulsion.