@book{repository7715, year = {2014}, publisher = {UHAMKA Press}, address = {Jakarta}, title = {Muhammadiyah Dalam SOROTAN Media}, month = {November}, url = {http://repository.uhamka.ac.id/id/eprint/7715/}, author = {Romadlan, Said}, abstract = {Fokus utama buku ini adalah mengenai representasi Muhammadiyah sebagai organisasi Islam di surat kabar selama muktamar ke-46 di Yogyakarta tahun 2010 lalu. Dengan representasi akan diketahui bagaimana Muhammadiyah sebagai organisasi Islam ditampilan di surat kabar. Apakah Muhammadiyah sudah ditampilkan dan digambarkan sebagaimana mestinya sesuai dengan identitasnya? Ataukah justru praktik-praktik misrepresentasi yang ditonjolkan oleh surat kabar? Ada lima surat kabar nasional yang saya anggap representatif yang digunakan untuk mengetahui reperesentasi Muhammadiyah sebagai organisasi Islam. Yaitu Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, dan Suara Pembaruan. Kelima surat kabar tersebut kemudian dianalisis pemberitaannya dengan menggunakan analisis isi (content analysis) untuk mengetahui pola-pola pemberitaannya mengenai Muhammadiyah, terutama selama muktamar ke-46. Selanjutnya untuk memahami representasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam di surat kabar digunakan analisis framing dengan model Gamson dan Modigliani. Seperti yang akan dijelaskan secara mendetail dalam buku ini, Muhammadiyah sebagai organisasi Islam direpresentasikan oleh surat kabar dengan berbagai bentuk representasi. Secara garis besar, representasi Muhammadiyah di surat kabar sebenarnya sudah ditampilkan sebagaimana identitas Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Hal yang menarik untuk diketahui dari buku ini adalah mengenai beberapa wacana dan kritik yang juga ditampilkan oleh surat kabar. Wacana dan kritik mengenai Muhammadiyah oleh surat kabar ini sepertinya sudah terlupakan bersama dengan selesainya muktamar dan terpilihnya Din Syamsuddin sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. Padahal wacana dan kritik itu merupakan isu penting yang akan menentukan masa depan 3 Muhammadiyah, terutama pada muktamar Muhammadiyah berikutnya di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2015. Misalnya kritik mengenai regenerasi Muhammadiyah yang dianggap gagal. Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi kader yang tidak memunyai kader. Atau kritik mengenai keterwakilan perempuan di pengurus pusat Muhammadiyah. Muhammadiyah dianggap menjadi organisasi laki-laki yang tentu dalam pengambilan keputusannya lebih beraroma lelaki, meskipun implikasi kebijakan itu tidak hanya untuk laki-laki. Tentu masih ada beberapa wacana dan kritik lain yang dapat dibaca dalam buku ini.} }