TY - UNPB PB - UHAMKA ID - repository40268 UR - http://repository.uhamka.ac.id/id/eprint/40268/ N1 - Unpublished TI - ANALISIS PENGUKURAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 25-36 BULAN SEBAGAI INDIKATOR KESEHATAN DAN STRATEGI MENUJU GENERASI EMAS 2045 A1 - ASHARI, CHICA N2 - Pertumbuhan memiliki kata asal ?tumbuh?. Dalam KBBI, tumbuh memiliki arti timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna. Pertumbuhan (growth) adalah perubahan-perubahan biologis, anatomis dan fisiologis manusia. Istilah pertumbuhan mengacu pada perubahan kuantitas yang artinya pertumbuhan lebih mengarah ke fisik yang bersifat pasti seperti dari kecil menjadi besar, dari pendek atau rendah memnjadi tinggi dan lain-lain. Sementara itu, perkembangan (development) adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat dan meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan, atau kedewasaan, dan pembelajaran. Perkembangan dapat diartikan sebagai akibat dari perubahan kematangan dan kesiapan fisik yang memiliki potensi untuk melakukan suatu aktivitas, sehingga individu telah mempunyai suatu pengalaman. Dengan pengalaman ini, ia akan dapat melakukan suatu aktivitas yang sama dalam waktu mendatang. Tolok ukur untuk melihat adanya perkembangan seseorang individu ialah pada aspek kemampuan yang dimiliki sesuai dengan tahap perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan pada manusia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal/merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh manusia itu sendiri seperti gen, ras dan jenis kelamin, sedangkan faktor ekternal/luar berasal dari lingkungan, stimulus, sosial, ekonomi dan nutrisi. Gizi merupakan faktor mutlak yang diperlukan oleh tubuh dalam proses tumbuh kembang. Kebutuhan gizi untuk setiap orang berbeda-beda dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan aktifitas. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita menjadi perhatian bagi semua negara khususnya Indonesia, perhatian terhadap kesehatan ibu dan anak telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia dengan diterapkannya pelayanan kesehatan ibu dan anak sampai kepada lapisan masyarakat dan keluarga. Pemantauan pertumbuhan, perkembangan dan gangguan tumbuh kembang anak diatur dalam PP nomor 66 tahun 2014 yang diatur dalam pasal 2 ?Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak merupakan 2 acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar/primer, kelompok profesi, tenaga pendidik, petugas lapangan Keluarga Berencana, petugas sosial yang terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak, organisasi profesi dan pemangku kepentingan terkait pertumbuhan, perkembangan, dan gangguan tumbuh kembang anak?. Data WHO tahun 2018 menunjukkan bahwa masalah pertumbuhan tidak hanya gizi buruk, tetapi juga kependekan dan gizi lebih. Prevalensi balita gizi buruk sebesar 7,3%, overweight sebesar 5,9% dan balita stunting (pendek) sebanyak 21,9% (WHO, 2019). Hasil penelitian para peneliti dunia untuk WHO menyebutkan bahwa secara global, tercatat 52,9 juta anak-anak yang lebih muda dari 5 tahun, 54% anak laki-laki memiliki gangguan perkembangan pada tahun 2016. Sekitar 95% dari anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan hidup di negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Secara nasional di Indonesia prevalensi status gizi balita terdiri dari 3,9% gizi buruk, 13,8% gizi kurang, 79,2% gizi baik, dan 3,1% gizi lebih. Prevalensi penyimpangan perkembangan pada anak usia di bawah 5 tahun di Indonesia yang dilaporkan WHO pada tahun 2016 adalah 7.512,6 per 100.000 populasi (7,51%) (WHO, 2018). Sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum (IDAI, 2013). Perkembangan motorik pada anak Indonesia tergolong rendah, hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi kemenkes RI tahun 2012 hasil survei Denver Development Screaning Test (DDST) II didapat prevalensi gangguan gangguan motorik halus dan kasar pada balita sebesar 25%,atau setiap 2 dari 1.000 balita mengalami gangguan perkembangan motorik. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa persentase anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik kasar di Indonesia sebesar 12,4% dan perkembangan motorik halus sebesar 9,8%. Walaupun angka ini menurun dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2010 gangguan perkembangan motorik kasar di Indonesia sebesar 8,8% dan perkembangan motorik halus sebesar 6,2% akan 3 tetapi data tetapi menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama (Riskesdas, 2013). Gangguan tumbuh kembang di DKI Jakarta berdasarkan hasil pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada 500 anak dari lima Wilayah DKI Jakarta, ditemukan, 57 anak (11,9%) mengalami kelainan tumbuh kembang. Kelainan tumbuh kembang yang paling banyak yaitu delayed development (pertumbuhan yang terlambat) 22 anak, kemudian 14 anak mengalami global delayed development, 10 anak gizi kurang, 7 anak Microcephali, dan 7 anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan dalam beberapa bulan terakhir (Kemenkes, 2010). AV - public ER -